Aksi Solidaritas Mahasiswa Papua di Maybrat Soroti Pelanggaran HAM dan Krisis Lingkungan Hidup

oleh -1138 Dilihat

MAYBRAT, TOMEI.ID | Solidaritas Mahasiswa Rakyat Papua Peduli HAM (SMRPPH) Kabupaten Maybrat menggelar aksi longmarch dalam rangka memperingati Hari HAM Sedunia.

Aksi ini menyoroti persoalan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum terselesaikan, kerusakan lingkungan akibat aktivitas industri ekstraktif, serta impunitas yang terus membayangi tanah Papua.

banner 728x90

Aksi yang dipusatkan di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Maybrat ini menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat Papua, mengacu pada Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang dideklarasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 Desember 1948.

Koordinator aksi, Bram Sakof, menegaskan bahwa Papua masih menjadi wilayah dengan tingkat pelanggaran HAM tertinggi di Indonesia. Konflik dan kekerasan yang terus terjadi di berbagai wilayah, seperti Intan Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga, hingga Maybrat, menyebabkan pengabaian hak dasar warga, kerusakan lingkungan, dan pengungsian berulang yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat.

“Di Bintuni saja, 112 warga masih mengungsi dan belum dapat kembali ke kampung halaman mereka. Situasi serupa juga dialami oleh masyarakat Aifat Timur,” ujar Sakof dalam keterangan tertulisnya yang diterima tomei.id, Kamis (11/12/2025).

Dalam orasinya, SMRPPHKM menyinggung sejumlah kasus pelanggaran HAM di Papua yang masih menjadi luka menganga, termasuk Tragedi Biak Berdarah (1998), Kasus Wasior (2001), Peristiwa Wamena (2003), Tragedi Paniai (2014), hingga kasus penembakan 13 warga sipil di Intan Jaya pada 2025. Kasus-kasus ini mencerminkan impunitas yang masih menjadi masalah serius di Papua.

Data dari KontraS pada 2024 mencatat 534 kasus pelanggaran HAM di Papua, meliputi kekerasan aparat, extrajudicial killing, penyiksaan, dan penghilangan paksa. Sementara itu, Komnas HAM mencatat 60 kasus pelanggaran HAM di Papua sepanjang Januari–November 2025 yang masih dalam proses verifikasi.

Dengan mengusung tema internasional “Human Rights, Our Everyday Essentials”, aksi ini menekankan bahwa pemenuhan hak dasar seperti lingkungan sehat, air bersih, pangan, pendidikan, layanan kesehatan, serta hidup tanpa diskriminasi adalah kebutuhan fundamental yang harus dipenuhi oleh negara.

Aksi solidaritas SMRPPHKM Maybrat ditutup dengan penyampaian 11 pernyataan sikap resmi yang mendesak tindakan konkret dari pemerintah pusat dan daerah.

Pertama, terkait isu lingkungan dan ekonomi, SMRPPHKM mendesak penolakan operasi PT. Jepindo Raya di wilayah konflik Aifat Timur, pencabutan izin PT. Bangun Kayu Irian di Ainod serta PT. Wana Galang di Aifat Timur dan Teluk Bintuni oleh Pemkab Maybrat, dan penghentian seluruh izin perusahaan yang berencana beroperasi di wilayah Maybrat oleh Bupati.

Kedua, mengenai keamanan dan hak sipil, mereka menuntut penghentian intimidasi, teror, dan pembatasan aktivitas warga oleh aparat keamanan di wilayah konflik, penarikan dan penghentian penempatan pasukan militer di Maybrat, Teluk Bintuni, dan seluruh Tanah Papua, serta penghentian kriminalisasi dan intimidasi terhadap aktivis dan masyarakat adat. Mereka juga meminta negara membuka akses seluas-luasnya bagi jurnalis asing masuk ke Papua.

Ketiga, terkait kebijakan pemerintah dan penegakan hukum, SMRPPHKM menolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Kabupaten Maybrat dan seluruh Tanah Papua, mendukung kebijakan Bupati untuk pembangunan dari pinggiran ke kota dan pemenuhan hak dasar masyarakat, mendesak pengusutan tuntas pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu dan masa kini di Papua, serta pembebasan seluruh tahanan politik Papua dan tahanan politik Indonesia.

Dengan demikian, aksi solidaritas SMRPPHKM Maybrat ini menegaskan kembali seruan agar negara tidak abai terhadap realitas sosial dan kemanusiaan di Papua.

SMRPPHKM [mereka] berharap agar momen peringatan Hari HAM Sedunia ini menjadi titik balik bagi pemerintah untuk serius menyelesaikan persoalan mendasar di Papua secara adil, transparan, dan berkelanjutan, demi terciptanya kedamaian dan kesejahteraan bagi masyarakat adat. [*].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.