NABIRE, TOMEI.ID | Dewan Gereja Papua (DGP) bekerja sama dengan Pusat Studi HAM, Sosial, dan Pastoral STT Walter Post Jayapura (STTWPJ) akan menyelenggarakan Festival Literasi dan Resiliensi pada 19–21 November 2025 di Aula Gereja Katolik Paroki Kristus Terang Dunia, Yabansai–Heram, Waena, Jayapura, Papua.
Festival ini dirancang sebagai ruang publik strategis untuk merawat ingatan kolektif, memperkuat kesadaran kemanusiaan, dan membangun resiliensi sosial di Papua melalui literasi, seni, dan dialog lintas komunitas. Acara ini merupakan respons terhadap kondisi kemanusiaan yang kompleks di wilayah tersebut selama dua dekade terakhir, termasuk kekerasan bersenjata, pengungsian massal, perampasan tanah adat, kerusakan lingkungan, dan pelanggaran HAM.
Tujuan utama festival adalah menjadi wadah refleksi mendalam tentang kondisi kemanusiaan di Papua sekaligus membangkitkan kesadaran publik akan pentingnya ingatan sejarah, keadilan, dan martabat manusia. Berbagai elemen masyarakat akan dilibatkan, mulai dari komunitas gereja, akademisi, penulis, seniman, pemuda, hingga pengungsi, dalam dialog konstruktif tentang isu-isu sosial dan kemanusiaan.
Selama tiga hari, festival akan menampilkan serangkaian kegiatan, antara lain:
Pameran Literasi, Seni, dan Arsip, menampilkan foto pengungsi dari berbagai wilayah konflik, dokumentasi kerusakan hutan adat akibat Proyek Strategis Nasional (PSN), karya lukis dan sastra penulis Orang Asli Papua (OAP), serta produk UMKM dari mama-mama gereja dan komunitas pengungsi.
Panel dan diskusi tematik, termasuk dialog literasi bersama penulis Papua terkemuka seperti Esther Haluk, Albert Yomo, Markus Haluk, Abed Tabuni, dan Sepi Wanimbo; diskusi “Papua dalam Kepungan PSN” bersama Pusaka Bentala Rakyat; talkshow tentang “Pengungsian akibat Konflik Bersenjata” bersama Iwatali; dan perspektif HAM Papua oleh TAPRA.
Refleksi lintas disiplin, mencakup literasi, resiliensi, teologi, seni, dan sejarah, yang dipandu oleh Pdt. Fransina Yoteni, Ibiroma Wamla, dan Pdt. Benny Giay.
Pemutaran film dokumenter oleh komunitas Papuan Voice, disertai diskusi publik yang bertujuan menumbuhkan kesadaran dan solidaritas terhadap situasi kemanusiaan.
Hendrica Henny Ohoitimur, Ketua Pusat Studi HAM, Sosial, dan Pastoral STTWPJ, menegaskan, “Di tengah situasi Papua yang penuh luka, literasi, seni, dan dialog menjadi jalan untuk memulihkan martabat manusia serta memperkuat keberanian moral masyarakat.”
Festival ini menargetkan kehadiran sekitar 300 peserta, termasuk mahasiswa teologi, pemuda gereja lintas denominasi, keluarga pengungsi, komunitas literasi, intelektual Papua, dan masyarakat umum yang peduli isu kemanusiaan.
Panitia juga mengundang media untuk meliput seluruh rangkaian kegiatan dan mewawancarai narasumber terkait literasi, resiliensi, situasi kemanusiaan, pengungsian, peran penulis dan komunitas sipil, serta karya seni dan pameran tematik.
Sebagai kelanjutan dari refleksi kemanusiaan yang diinisiasi DGP sejak Desember 2024, festival ini menjadi platform penting bagi Papua untuk mengenang, berdialog, dan memperkuat ketahanan sosial di tengah berbagai tantangan kompleks. [*].
NABIRE, TOMEI.ID | Human Right Defender (HRD) melayangkan desakan tegas kepada Pemerintah Indonesia terkait laporan…
SEMARANG, TOMEI.ID | Tim tamu Persipura Jayapura menunjukkan dominasi penuh saat bertandang ke markas PSIS…
NABIRE, TOMEI.ID | Pemerintah Provinsi Papua Tengah melalui Dinas Koperasi dan UMKM menyelenggarakan Pelatihan Peningkatan…
MIMIKA, TOMEI.ID | Human Rights Defender (HRD) melaporkan sekitar 1.500 warga sipil di Distrik Jila,…
NABIRE, TOMEI.ID | Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Puncak Jaya menghadiri…
NABIRE, TOMEI.ID | Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Provinsi Papua Tengah menggelar Forum Group Discussion…