Dua Tokoh Adat Mee Kapiraya Tegaskan Batas Wilayah dan Bantah Klaim Suku Kamoro

oleh -1200 Dilihat

KAPIRAYA, TOMEI.ID | Dua tokoh adat Distrik Kapiraya, Mesak Edowai dan Ernest Kotouki, menyampaikan sikap resmi terkait polemik klaim wilayah adat antara Suku Mee dan Suku Kamoro yang muncul dalam aksi demonstrasi di Timika beberapa waktu lalu.

Keduanya menegaskan bahwa tudingan yang menyebut Suku Mee sebagai ‘pendatang’ di Kapiraya adalah tidak benar, keliru, dan menyesatkan. Sikap ini, menurut mereka, didasarkan pada sejarah penempatan leluhur, batas-batas adat turun-temurun, serta bukti keberadaan Suku Mee yang telah menghuni wilayah pegunungan Kapiraya sejak generasi awal.

banner 728x90

Kepala Suku Mee Distrik Kapiraya, Mesak Edowai, menyatakan bahwa Suku Mee dan Suku Kamoro telah hidup berdampingan sejak leluhur dan memiliki batas-batas tanah adat yang sudah ditetapkan turun-temurun.

“Isu bahwa saya, Mesak Edowai, melakukan klaim tanah itu tidak benar. Yang terjadi justru sebaliknya, Suku Mee adalah pihak yang menjadi korban atas klaim sepihak Suku Kamoro,” ujar Mesak kepada tomei.id dalam rekaman pernyataan yang diterima Rabu (3/12/2025).

Mesak menilai aksi demonstrasi Suku Kamoro di DPRD Mimika dan orasi publik yang membawa-bawa namanya merupakan tindakan tidak berdasar. Kepala suku tersebut menegaskan bahwa dirinya memiliki bukti kuat berupa foto dan video terkait keberadaan dan hubungan kedua suku di wilayah Kapiraya.

Mesak juga menyinggung insiden pembakaran rumah warga dan kematian Gembala Ev. Neles Peuki, yang disebutnya sebagai tindakan brutal yang dilakukan oknum dari Suku Kamoro.

“Saya minta Pemerintah Kabupaten Mimika tidak tinggal diam. Pelaku harus diusut dan diadili sesuai hukum,” tegas Mesak.

Kepala Suku Mee Distrik Kapiraya tersebut menekankan bahwa penyelesaian konflik harus dilakukan melalui dialog resmi antara Suku Mee dan Suku Kamoro, dengan pendampingan lembaga berwenang seperti MRP, DPR, atau institusi terkait. Mesak memberi waktu 3/4 hari agar pihak Kamoro memberikan klarifikasi atas tuduhan yang diarahkan kepadanya dalam orasi di Timika.

Tokoh masyarakat adat Kapiraya, Ernest Kotouki, menegaskan bahwa Suku Mee yang mendiami wilayah pegunungan Kapiraya bukan kelompok pendatang, sebagaimana disampaikan dalam aspirasi Suku Kamoro kepada Pemerintah Kabupaten Mimika.

“Kami bukan pendatang. Kami pemilik tanah, pemilik dusun yang Tuhan tempatkan secara turun-temurun di atas tanah Kapiraya,” kata Ernest dalam rekaman pernyataan yang sama.

Ernest menjelaskan bahwa wilayah Kapiraya, dari Potoai hingga Kokonau, secara historis dihuni dua suku, yakni Suku Mee di wilayah pegunungan dan Suku Kamoro di pesisir. Pembagian wilayah ini telah berlangsung lama dan dikenal baik oleh kedua komunitas adat.

“Tidak boleh Suku Kamoro memonopoli atau mengesampingkan keberadaan Suku Mee. Ini tanah dua suku, bukan satu,” tegas Ernset Kotouki.

Tokoh masyarakat tersebut mengingatkan bahwa hubungan antara kedua suku sejak dahulu bersifat harmonis, ditandai dengan praktik barter, hubungan kekeluargaan, dan interaksi sosial yang telah berjalan lintas generasi. Karena itu, Ernest menilai klaim yang menyingkirkan keberadaan Suku Mee sebagai pemilik tanah merupakan tindakan keliru dan provokatif.

Baik Mesak Edowai maupun Ernest Kotouki menyerukan agar pemerintah daerah Mimika, Deiyai, Dogiyai, hingga Pemerintah Provinsi Papua Tengah segera mempertegas batas tanah adat di wilayah Kapiraya dan Mimika Barat. Kedua tokoh adat tersebut menilai penegasan batas diperlukan untuk mencegah konflik serupa di masa mendatang.

“Kami hanya ingin dua suku yang Tuhan tempatkan di Kapiraya hidup aman seperti sebelumnya. Penegasan batas adat adalah kunci agar tidak lagi terjadi pertikaian,” ujar Ernest Kotouki.

Kedua tokoh adat Kapiraya itu menyatakan kesiapan untuk duduk bersama Suku Kamoro dalam forum resmi demi penyelesaian damai dan jangka panjang. [*].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.