NABIRE, TOMEI.ID | Pelaksana Tugas Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Papua Tengah, Albertus Adii, menegaskan bahwa tuduhan adanya upaya “penaklukan”, “pengendalian”, atau “pencucian otak” terhadap masyarakat adat dalam fasilitasi Musyawarah Besar (Mubes) suku-suku asli Papua Tengah merupakan informasi keliru, tidak berdasar hukum, dan berpotensi menyesatkan opini publik.
Dalam klarifikasi resmi yang disampaikan Minggu (14/12/2025), Albertus menjelaskan bahwa keterlibatan Kesbangpol dalam Mubes adat semata-mata bersifat administratif dan preventif. Peran tersebut tidak menyentuh struktur adat, kewenangan kepala suku, maupun substansi dan arah keputusan musyawarah.
“Kesbangpol bekerja berdasarkan kewenangan atributif yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Mandat ini mewajibkan negara hadir menjaga ketenteraman, stabilitas politik, dan ketahanan sosial, termasuk pencegahan konflik,” ungkap Albertus.
Kewenangan tersebut, menurut Albertus, merupakan amanat undang-undang, bukan agenda politik tertentu dan tidak lahir dari kebijakan sepihak pemerintah daerah. Seluruh langkah fasilitasi yang dilakukan dipastikan berada dalam koridor hukum yang jelas.
Albertus memaparkan bahwa fasilitasi yang dilakukan terbatas pada penyediaan dukungan agar forum adat berlangsung tertib, aman, dan kondusif. Kesbangpol tidak memiliki kewenangan untuk mengatur isi musyawarah, menentukan arah keputusan adat, maupun membentuk legitimasi kepala suku.
“Menyamakan fasilitasi administratif dengan penaklukan adalah kekeliruan dalam memahami fungsi pemerintahan,” imbuh Albertus.
Dari sisi yuridis, Albertus menjelaskan bahwa Kesbangpol tidak memiliki coercive power atau kewenangan paksa, seperti penangkapan, penahanan, maupun pemaksaan kehendak. Kondisi tersebut, paparnya, secara hukum menutup kemungkinan terjadinya praktik penaklukan terhadap masyarakat adat.
“Tuduhan tersebut tidak hanya tidak didukung fakta, tetapi juga bertentangan dengan kerangka hukum yang mengatur tugas dan fungsi Kesbangpol,” tegas Albertus.
Lebih lanjut, Albertus menekankan bahwa kehadiran Kesbangpol dalam Mubes adat bersifat preventif, yakni untuk mengantisipasi potensi konflik antarkelompok, mencegah penyusupan kepentingan yang dapat memicu instabilitas, serta memastikan masyarakat adat dapat bermusyawarah dalam suasana aman dan bermartabat.
“Negara memiliki kewajiban konstitusional menjaga ketertiban umum. Dalam konteks ini, kehadiran negara tidak dapat dimaknai sebagai intervensi terhadap adat, melainkan perlindungan terhadap ruang musyawarah,” jelasnya.
Albertus memastikan tidak terdapat satu pun regulasi yang memberikan kewenangan kepada Kesbangpol untuk mengendalikan atau menaklukkan masyarakat adat. Narasi yang menyebut adanya agenda penguasaan terhadap suku-suku asli Papua Tengah dinilai sebagai distorsi informasi yang berpotensi memperkeruh situasi sosial.
Mengakhiri klarifikasi tersebut, Kesbangpol Papua Tengah menegaskan komitmen untuk terus menghormati kedaulatan adat, menjaga keamanan sosial, serta memastikan setiap forum adat berlangsung damai dan bebas dari provokasi.
“Negara hadir bukan untuk mengambil alih adat, melainkan mendukung agar adat dapat berjalan secara aman, bermartabat, dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat,” tutup Albertus. [*].
DEKAI, TOMEI.ID | Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Kodap XVI Yahukimo mengklaim bertanggung jawab…
JAYAPURA, TOMEI.ID | Forum Komunikasi Mahasiswa Kabupaten Deiyai (FKM-KD) Kota Studi Jayapura sukses menggelar Perayaan…
NABIRE, TOMEI.ID | Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Tengah, melalui Dinas Kepemudaan, Olahraga, Pariwisata, dan Ekonomi…
DOGIYAI, TOMEI.ID | Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Dogiyai, Yohanes Butu, mengambil langkah strategis…
NABIRE, TOMEI.ID | SMK Negeri 2 Teknologi dan Rekayasa Nabire menggelar sosialisasi Program Bantuan Pendidikan…
YAHUKIMO, TOMEI.ID | Persekutuan Pemuda, Pelajar, Mahasiswa, dan Masyarakat Distrik Korupun (P2MMDK) menggelar Ibadah Perayaan…