Mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua di Kota Studi Jayapura berpose bersama usai menyampaikan klarifikasi atas insiden pada 22 Mei 2025. (Foto: Yermias Edowai/TOMEI.ID).
JAYAPURA,TOMEI.ID | Mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura, Papua menyampaikan klarifikasi dan sikap resmi terkait insiden dalam aksi demonstrasi penurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlangsung pada Kamis, 22 Mei 2025.
Dalam konferensi pers yang digelar Minggu (25/5/2025) di Sekretariat Kabesma Uncen, pimpinan mahasiswa menegaskan bahwa aksi tersebut murni inisiatif mahasiswa sebagai respons atas tingginya biaya pendidikan dan berbagai persoalan struktural di kampus.
Konferensi pers dihadiri oleh Koordinator Umum Aksi, Presiden Mahasiswa, Ketua MPM, serta perwakilan BEM dan DPM dari sembilan fakultas. Mereka menyampaikan kronologi insiden, maksud aksi, serta membantah sejumlah tudingan pihak kepolisian yang dianggap tidak sesuai fakta.
“Apabila tuntutan kami tidak direspons oleh pihak rektorat, maka kami akan kembali turun dalam Aksi Demokrasi Kampus Jilid II dengan massa yang lebih besar dan terorganisir,” ujar Koordinator Umum Aksi, Milimut Gwijangge.
Aksi dimulai pukul 06.30 WIT, saat massa mahasiswa berkumpul di depan Gapura Uncen Atas. Sekitar pukul 07.00 WIT, massa mulai melakukan orasi yang dikoordinasi oleh pimpinan mahasiswa Uncen dari BEM, MPM, serta BEM dan DPM fakultas.
Menurut mahasiswa, sejak awal aparat kepolisian dari Polsek Heram telah siaga di lokasi dengan kendaraan dalmas, bahkan sebelum massa tiba. Saat aksi berlangsung, mahasiswa menilai tindakan aparat semakin membatasi ruang demonstrasi. Negosiasi sempat dilakukan dengan Kepala Biro BAAK Uncen dan Wakil Rektor III. Namun, setelah pertemuan singkat, pihak lembaga meninggalkan lokasi tanpa kesepakatan yang memuaskan.
Situasi memanas sekitar pukul 10.00 WIT, ketika aparat mulai membatasi waktu orasi dan meminta massa membubarkan diri. Penolakan mahasiswa direspons dengan tindakan represif oleh polisi, termasuk pemukulan terhadap peserta aksi, penggunaan gas air mata, tembakan peluru karet, serta peluru hampa dan ketapel.
Mahasiswa melaporkan bahwa pasca-bentrokan, polisi memasuki lingkungan kampus dan merusak sekitar 30 unit sepeda motor milik mahasiswa yang terparkir di depan Sekretariat Kabesma Uncen. Hal ini memicu kemarahan massa, yang kemudian membakar satu unit mobil dalmas milik kepolisian.
Massa sempat mundur ke depan Fakultas Teknik Uncen, lalu bernegosiasi untuk bubar secara damai. Namun, akses keluar melalui jalan utama kampus tidak diizinkan pihak kepolisian, sehingga korlap mencari jalur alternatif hingga massa membubarkan diri.
Sementara itu, titik aksi di Gapura Uncen Bawah dimulai pukul 08.00 WIT, dengan keikutsertaan mahasiswa dari tiga fakultas: FKIP, FKM, dan FK. Awalnya, mahasiswa berencana berjalan kaki ke titik aksi Uncen Atas, namun dihadang aparat sehingga mereka menumpang kendaraan umum menuju titik pertemuan di Somel P3.
Massa dari Uncen Bawah tiba dan bergabung dengan massa Uncen Atas sekitar pukul 11.35 WIT, setelah kericuhan mereda. Tidak ada laporan bentrok di titik Uncen Bawah sebelum bergabung.
Aksi demonstrasi ini membawa sejumlah tuntutan utama:
(1). Penurunan UKT untuk angkatan 2022, 2023, 2024, dan 2025, sebagai bentuk keberpihakan terhadap kondisi ekonomi masyarakat, khususnya Orang Asli Papua (OAP) (2). Pencabutan status Badan Layanan Umum (BLU) dan mengembalikan status Universitas Cenderawasih sebagai perguruan tinggi negeri (satker)
(3). Evaluasi terhadap kinerja Kapolsek Heram, yang dinilai arogan dan represif terhadap massa aksi (4).Pencabutan Memorandum of Understanding (MoU) antara Uncen dan Polda Papua tertanggal 7 Mei 2018 dan (5). Penghentian kriminalisasi terhadap pimpinan mahasiswa dan peserta aksi, yang dianggap sebagai bagian dari kebebasan berekspresi di lingkungan akademik.
Mahasiswa juga membantah sejumlah narasi yang disampaikan pihak kepolisian melalui media massa:
(1). Kepolisian menyatakan tidak masuk kampus, namun mahasiswa memiliki bukti bahwa polisi memarkir kendaraan dan masuk hingga depan Fakultas Teknik (2). Polisi mengklaim menjalankan tugas berdasarkan perintah rektor, namun tidak dapat menunjukkan surat izin resmi kepada negosiator aksi.
(3). Tuduhan bahwa aksi ditunggangi oleh organisasi luar seperti KNPB dibantah keras. Mahasiswa menegaskan aksi ini sepenuhnya digerakkan oleh struktur resmi organisasi kemahasiswaan Uncen (BEM, MPM, DPM, dan BEM-DPM fakultas) dan (4). Mahasiswa mendesak Kapolda Papua mengevaluasi tindakan represif aparat dan memastikan tidak ada upaya penangkapan liar terhadap pimpinan mahasiswa.
Mahasiswa Universitas Cenderawasih menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan bagian dari upaya konstitusional untuk memperjuangkan hak atas pendidikan yang adil dan inklusif. Mereka menyerukan kepada rektorat untuk segera merespons tuntutan secara terbuka dan berdialog secara bermartabat, demi mencegah eskalasi konflik yang lebih besar.
“Kami mahasiswa Uncen bukan musuh negara, kami hanya memperjuangkan hak kami untuk bisa terus belajar di kampus ini,” tutup pernyataan konferensi pers tersebut. [*]
DOGIYAI, TOMEI.ID| Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Dogiyai, Papua Tengah mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)…
DOGIYAI, TOMEI.ID| Rencana pemekaran Kabupaten Mapia Raya yang akhir-akhir ini menjadi trending topik, ini mendapat…
NABIRE, TOMEI.ID| Pemerintah Provinsi Papua Tengah bersama Persekutuan Gereja-Gereja dan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB)…
WAMENA, TOMEI.ID | TPNPB OPM melalui Kodap III Ndugama-Darakma kembali mengeluarkan pernyataan resmi kepada publik…
PANIAI, TOMEI.ID | SMA Negeri 3 Paniai Kebo secara resmi membuka penerimaan peserta didik baru…
NABIRE, TOMEI.ID | Warga Muslim di Kelurahan Bumi Wonorejo, Nabire, Papua Tengah mendapat berkat kurban…