Berita

LBH Papua Desak Bupati dan Kapolres Nabire Bebaskan 13 Warga Adat yang Ditahan Terkait Konflik Tanah di Nabire

JAYAPURA, TOMEI.ID | Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menyerukan pembebasan segera terhadap 13 warga adat yang ditahan oleh Kepolisian Resor Nabire pascakonflik sumber daya alam (SDA) di Distrik Yaro, Kabupaten Nabire, Papua Tengah.

Penahanan tersebut dinilai sebagai tindakan kriminalisasi dan bentuk penyalahgunaan kewenangan.

Dalam siaran pers bernomor 005/SK-LBH-P/V/2025, LBH Papua menyoroti bahwa konflik SDA yang terjadi merupakan bagian dari konflik sosial yang seharusnya ditangani berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, bukan dengan pendekatan hukum pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Menurut informasi yang dihimpun, konflik berawal dari perselisihan tanah antarkelompok marga yang kemudian dipicu oleh dua surat yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Nabire. Surat tersebut ditujukan kepada salah satu kelompok dan memicu kemarahan kelompok lain, hingga berujung pada kericuhan dan penangkapan 13 warga.

LBH Papua juga mengungkap bahwa sebelumnya telah dilakukan mediasi antara pihak-pihak yang berselisih di Kantor Polres Nabire, dengan hasil kesepahaman damai. Namun situasi kembali memanas setelah keluarnya dua surat dari Bupati Nabire.

“Penangkapan terhadap masyarakat adat tanpa proses mediasi yang memadai menunjukkan tidak profesionalnya aparat dalam menangani konflik sosial,” kata Festus Ngoranmele, Direktur LBH Papua.

Ia menilai tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 8 UU No. 7 Tahun 2012 dan Pasal 5 huruf q Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Kepolisian.

LBH Papua juga mengecam pernyataan Bupati Nabire yang terekam menyatakan akan menangkap sejumlah pihak. Hal itu dinilai sebagai pelanggaran terhadap prinsip pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN.

LBH Papua pun mengajukan empat tuntutan utama:

  1. Bupati dan Kapolres Nabire diminta segera membebaskan 13 masyarakat adat yang ditahan.
  2. Komisi ASN dan Ombudsman RI diminta memberikan sanksi kepada Bupati Nabire.
  3. Kompolnas dan Propam Polda Papua diminta mengadili Kapolres Nabire dan jajarannya.
  4. Kapolda Papua Tengah diminta segera memediasi kedua kelompok yang bertikai sesuai UU No. 7 Tahun 2012.

Sangat berarapan agar kasus ini dapat diselesaikan secara adil dan damai, demi perlindungan hak-hak masyarakat adat dan supremasi hukum di Tanah Papua. [*]

Redaksi Tomei

Recent Posts

Petrus Tekege Terpilih sebagai Rektor Uswin Periode 2025–2029

NABIRE, TOMEI.ID | Universitas Sains dan Teknologi Wilayah Timur (USWIM), Nabire, Papua Tengah resmi menetapkan,…

1 jam ago

Turnamen Bola Voli Bupati Cup I Nabire Resmi Ditutup, Ini Pesan Bupati Nabire

NABIRE, TOMEI.ID | Turnamen Bola Voli Bupati Cup I Nabire Tahun 2025 resmi ditutup oleh…

1 jam ago

Tim Putra Putri Wissel Meren VC Raih Juara Umum Turnamen Bola Voli Bupati Cup I Nabire 2025

NABIRE, TOMEI.ID | Tim bola voli putra dan putri Wissel Meren VC tampil gemilang dan…

2 jam ago

DPRK Dogiyai Undang Pimpinan dan Anggota Dewan Gelar RDP, Ini yang akan dibahas!

DOGIYAI, TOMEI.ID | Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Dogiyai mengundang seluruh pimpinan dan anggota dewan…

4 jam ago

Kuatkan Sinergitas, Pemprov Papua Tengah Hadiri malam Keakraban bersama TNI AL

NABIRE, TOMEI.ID | Staf Ahli Gubernur Papua Tengah Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Herman Kayame, mewakili…

5 jam ago

Gubeurnur Meki Nawipa Tatap muka dengan Pimpinan Media Partner

NABIRE, TOMEI.ID | Gubernur Papua Tengah, Meki Fritz Nawipa, bertatap muka langsung dengan para pimpinan…

6 jam ago