Berita

Moratorium Sawit di Papua: Prioritaskan Kebun Plasma, Bagi Hasil, dan Restorasi Tanah Adat

Oleh : John NR Gobai

Pengantar

Ekspansi perkebunan kelapa sawit di Papua telah memicu kontroversi mendalam. Ratusan hingga ribuan hektar lahan telah dikonversi oleh perusahaan-perusahaan yang mengantongi izin pemerintah, memicu konflik berkepanjangan antara masyarakat adat dan korporasi. Di tengah pro dan kontra investasi sawit, ironi mencolok adalah minimnya kontribusi finansial yang diterima daerah penghasil dibandingkan dengan volume sawit dan minyak sawit yang dieksploitasi dari tanah Papua. Kecurigaan pun muncul terkait potensi kebocoran pendapatan ke kantong pribadi oknum pejabat.

Untuk itu, moratorium pembukaan kebun sawit baru menjadi imperatif. Kehadiran sawit telah merusak sumber kehidupan masyarakat, menghancurkan tanaman obat tradisional, dan meningkatkan risiko banjir di wilayah pinggiran. Fokus utama saat ini adalah memastikan kebun sawit yang ada memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat pemilik tanah dan daerah melalui mekanisme Dana Bagi Hasil (DBH).

DBH Sawit: Peluang Keadilan Fiskal

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2023 tentang Dana Bagi Hasil Perkebunan Sawit membuka peluang baru bagi daerah penghasil. Pasal 5 secara jelas mengalokasikan DBH Sawit sebagai berikut:

  • Provinsi penghasil: 20%
  • Kabupaten/kota penghasil: 60%
  • Kabupaten/kota yang berbatasan langsung: 20%

Provinsi dan kabupaten di Papua tidak boleh hanya menjadi penonton pasif ekspansi sawit. DBH Sawit harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kebun sawit, termasuk masyarakat adat dan kampung-kampung terpencil. Dana ini dapat dialokasikan untuk pengembangan ekonomi lokal, peningkatan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta pelestarian budaya dan lingkungan.

Kebun Plasma: Pemberdayaan Masyarakat yang Sesungguhnya

Undang-Undang Perkebunan mengamanatkan alokasi 20% lahan sawit sebagai kebun plasma untuk masyarakat. Namun, implementasinya seringkali menemui kendala. Untuk itu, perlu dipertimbangkan perubahan komposisi menjadi 80% untuk masyarakat dan 20% untuk perusahaan, disertai dengan perubahan pola pengelolaan yang lebih memberdayakan masyarakat. Pendampingan intensif, pelatihan teknis, akses permodalan, dan jaminan pasar menjadi kunci keberhasilan kebun plasma.

Restorasi Tanah Adat: Pengakuan dan Penghormatan Hak Masyarakat

Gelombang penolakan perkebunan sawit yang semakin kuat di Papua mengindikasikan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan perizinan. Pemerintah perlu menghentikan pembukaan lahan sawit baru dan mempertimbangkan pengembalian lahan yang sudah diizinkan tetapi belum dibongkar kepada masyarakat adat. Alokasi lahan plasma tetap harus dipertahankan sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan hak-hak masyarakat adat, sebagaimana diatur dalam Pasal 18B ayat 1 huruf B UUD 1945.

Pemerintah pusat harus membuat mekanisme reklamasi tanah adat atau pengembalian tanah yang telah diberikan izin sebagai lahan kebun sawit namun belum dikerjakan kepada masyarakat pemilik tanah, artinya peta wilayah yang diizinkan harus dirubah dengan mengeluarkan wilayah yang dikembalikan kepada masyarakat.

Penutup: Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan di Tanah Papua

PP No. 38 Tahun 2023 tentang DBH Sawit adalah payung hukum yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan daerah di sekitar kebun sawit. Belajar dari pengalaman pengelolaan DBH migas dan sektor lainnya, DBH Sawit harus dikelola secara transparan, akuntabel, dan partisipatif.

Selain itu, Papua perlu membangun kawasan industri sawit dan melakukan ekspor langsung untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui PPh badan dan pungutan ekspor. Dengan demikian, Papua tidak hanya menjadi produsen bahan mentah, tetapi juga pemain utama dalam rantai nilai industri sawit, sehingga keadilan dan kesejahteraan dapat diwujudkan secara berkelanjutan di Tanah Papua. [*].

Penulis adalah Wakil Ketua Komisi IV DPR Papua Tengah.

Redaksi Tomei

Recent Posts

IKAPPMME Perkuat Kapasitas Mahasiswa Ekadide Jayapura melalui Seminar dan Pelatihan

JAYAPURA, TOMEI.ID | Ikatan Pemuda, Pelajar, Mahasiswa/i dan Masyarakat Ekadide (IKAPPMME) se-Jayapura menggelar seminar dan…

5 jam ago

Mahasiswa Nabire Desak Pemda Bangun Asrama Putri, Soroti Kondisi Tak Layak di Waena

JAYAPURA, TOMEI.ID | Mahasiswa asal Kabupaten Nabire di Kota Studi Jayapura mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab)…

5 jam ago

TPNPB Pastikan Aparat TNI yang Tertembak di Sorong Raya Belum Dievakuasi, Siap Hadapi Serangan Balasan

SORONG RAYA, TOMEI.ID | Manajemen Markas Pusat Komando Nasional Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (KOMNAS…

5 jam ago

Baku Tembak di Teluk Bintuni, Warga Sipil Mengungsi: Aparat Diminta Pastikan Perlindungan Warga

BINTUNI, TOMEI.ID | Kontak senjata dilaporkan terjadi antara kelompok bersenjata dan aparat keamanan di wilayah…

5 jam ago

Pemkab Dogiyai Perkuat Respons Bencana Daerah, Salurkan BLT dan Sembako untuk Piyaiye

DOGIYAI, TOMEI.ID | Pemerintah Kabupaten Dogiyai melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyalurkan bantuan langsung…

5 jam ago

Festival Port Numbay Kayu Batu: Merajut Budaya dan Menggerakkan Ekonomi Kreatif Pesisir Jayapura

JAYAPURA, TOMEI.ID | Pantai Bes G di Kampung Kayu Batu, Kota Jayapura, kembali menjadi pusat…

2 hari ago