Ratusan masyarakat mengungsi ke dalam dan luar Kota Dekai. (Foto: HRD).
YAHUKIMO, TOMEI.ID | Berdasarkan pemantauan dan laporan lapangan Human Rights Defender, kontak tembak yang terjadi di wilayah Jalan Gunung, Kabupaten Yahukimo, pada 12 Desember 2025 sekitar pukul 05.00 WIT, dilaporkan berdampak langsung terhadap warga sipil.
Insiden tersebut memicu pembakaran dan pembongkaran puluhan rumah penduduk, sehingga memaksa masyarakat mengungsi ke dalam Kota Dekai.
Laporan yang diterima tim redaksi tomei.id mencatat sedikitnya delapan rumah warga sipil dibakar, sementara 17 rumah lainnya dibongkar hingga rata dengan tanah. Dengan demikian, total 25 rumah warga sipil dilaporkan rusak dan hancur dalam rangkaian operasi yang diduga dilakukan oleh aparat gabungan TNI–Polri.
Selain kerusakan permukiman, laporan tersebut juga mencatat penembakan terhadap hewan ternak milik warga, yakni dua ekor babi, enam ekor kelinci, dan tiga ekor bebek. Bahkan, menurut keterangan saksi lapangan, aparat diduga memasang bahan peledak berupa granat pada tubuh babi dan meledakkannya di sekitar lokasi operasi, yang menimbulkan ketakutan luas di tengah masyarakat.
Seorang pekerja kemanusiaan independen di Yahukimo menyampaikan bahwa operasi militer dilakukan secara tidak terarah dan menyasar langsung permukiman warga sipil. Tindakan tersebut dinilai brutal dan agresif karena tidak hanya menghancurkan rumah penduduk, tetapi juga menyerang sumber penghidupan masyarakat.
Operasi militer dilaporkan berlanjut pada 13 Desember 2025. Dalam operasi tersebut, Satgas Habema dilaporkan menangkap seorang warga sipil bernama Yuniut Yalak alias Mono, seorang penyandang disabilitas tunawicara dari Suku Kimyal. Hingga laporan ini disusun, korban masih ditahan di Polres Yahukimo.
Dalam periode yang sama, aparat gabungan TNI–Polri juga dilaporkan melakukan sweeping ketat di Kota Dekai, termasuk pemeriksaan tubuh dan rambut warga. Masyarakat disebut mendapat ancaman akan dicap sebagai bagian dari TPNPB apabila tidak beraktivitas di luar rumah atau berada di wilayah yang dianggap dekat dengan area konflik.
Laporan Human Rights Defender juga mencatat adanya pembatasan aktivitas warga, termasuk kewajiban melapor menggunakan KTP untuk berkebun dengan waktu yang dibatasi. Kebijakan ini menimbulkan rasa takut dan trauma, mengingat sebagian besar warga Yahukimo menggantungkan hidup dari kebun yang berada di kawasan hutan.
Situasi ini diperparah oleh laporan penangkapan sewenang-wenang terhadap pemuda setempat. Hingga kini, sejumlah warga sipil dilaporkan masih ditahan, di antaranya Son Balingga, Iron Heluka, dan Ivan Kabak. Dua pemuda lainnya, Natan Matuan dan Selis Pahabol, dilaporkan ditangkap pada 9 Desember 2025 di wilayah Jalur 3, Dekai.
Human Rights Defender menilai kondisi tersebut telah menciptakan darurat kemanusiaan di Yahukimo. Para pengungsi hidup tanpa jaminan perlindungan, sementara akses terhadap layanan kesehatan dan obat-obatan sangat terbatas akibat situasi keamanan dan trauma warga terhadap keberadaan aparat.
Hingga Desember 2025, intensitas kontak senjata antara TPNPB dan aparat TNI–Polri dilaporkan terus meningkat dan memicu gelombang pengungsian. Keterbatasan akses wilayah serta situasi keamanan menjadi hambatan serius dalam pendataan dan penyaluran bantuan kemanusiaan.
Human Rights Defender mendesak pemerintah dan seluruh pihak terkait untuk segera memastikan perlindungan warga sipil, penghentian tindakan represif, pemulihan hak-hak korban, serta penghormatan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia di wilayah konflik Yahukimo. [*].
NABIRE, TOMEI.ID | Wakil Ketua IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua Tengah, John NR Gobai,…
DEKAI, TOMEI.ID | Situasi keamanan di Kabupaten Yahukimo kembali memanas menyusul pernyataan Markas Pusat Komite…
NABIRE, TOMEI.ID | Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Papua Tengah (DPRPT), Henes Sondegau, secara…
NABIRE, TOMEI.ID | Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Provinsi Papua Tengah menggelar Rapat Paripurna Laporan Hasil…
JAYAPURA, TOMEI.ID | Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua menggelar Ibadah dan Perayaan Natal Bersama tingkat Provinsi…
DOGIYAI, TOMEI.ID | Klaim sepihak atas tapal batas wilayah Kapiraya dinilai berpotensi memicu konflik antarsuku…