SORONG SELATAN, TOMEI.ID | Komunitas Anak Muda Adat Knasaimos (AMAK) menilai Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan (Pemkab Sorsel), Papua Barat Daya, telah mengabaikan hak-hak masyarakat adat di Distrik Seremuk dan Distrik Saifi.
AMAK menegaskan bahwa 52 marga adat Knasaimos harus dilindungi sebagai pemilik sah tanah dan hutan leluhur.
Ketua AMAK, Nabot Sreklefat, menegaskan hak ulayat tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat adat.
“Jauh sebelum negara berdiri, masyarakat adat sudah lebih dulu hidup dan mengelola tanah ini. Tanah adalah warisan leluhur, bukan milik pemerintah atau perusahaan. Karena itu, negara wajib mengakui dan menghormati 52 marga Knasaimos,” tegasnya dalam Forest Defender Camp (FDC) 2025 di Distrik Seremuk, Jumat (26/9/2025).
FDC 2025 yang digelar Greenpeace Indonesia bersama pemuda adat dari tujuh wilayah Papua menjadi ruang pertemuan untuk memperkuat solidaritas dan menyatukan perjuangan menghadapi ancaman perampasan tanah. Dalam forum ini, AMAK menyoroti kebijakan Pemkab Sorsel yang kerap membuka jalan bagi masuknya perusahaan tanpa persetujuan masyarakat adat.
“Program pembangunan yang tidak berpihak sama saja dengan mencabut akar kehidupan orang Papua,” tegas Nabot dengan suara lantang. Ia menilai pemerintah selama ini lebih banyak berpihak pada kepentingan investasi ketimbang melindungi hak-hak masyarakat adat yang sudah berurat-akar di tanah leluhur.
Ia menekankan bahwa hilangnya hutan sama artinya dengan hilangnya masa depan generasi Papua. “Tanah adalah ibu yang melahirkan kami. Jika hutan rusak, kami kehilangan identitas, ruang hidup, dan masa depan anak cucu,” ucapnya.
AMAK menegaskan akan terus memperkuat gerakan bersama masyarakat adat Papua dan menjalin solidaritas lintas komunitas. “Kami tidak sendirian. Ini adalah perjuangan bersama seluruh masyarakat adat Papua,” pungkas Nabot. [*].