JAKARTA, TOMEI.ID | Ikatan Pelajar dan Mahasiswa/I asal Kabupaten Mimika (IPMAMI) se-Jawa dan Bali mengeluarkan pernyataan sikap tegas terkait insiden kekerasan yang terjadi di Distrik Jila, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, pada 31 Oktober 2025.
Pernyataan resmi ini dibacakan dalam sebuah pertemuan organisasi yang berlangsung di Jakarta, Jl. Gudang Peluru Selatan VII No. 02, Jumat (14/11/2025).
Pernyataan ini disampaikan oleh 10 Koordinator Wilayah IPMAMI, Jadetabek, Bogor, Bandung, Salatiga, Semarang, Surabaya, Malang, Cilacap, Bali, dan Jogja-Solo yang menilai bahwa insiden tersebut memperpanjang rantai kekerasan di Papua dan membuka kembali luka sejarah yang belum pernah sepenuhnya pulih.
Insiden penembakan oleh oknum personel TNI di Kampung Pilig Ogom disebut menyebabkan kepanikan dan membuat warga mengungsi ke ibu kota Distrik Jila. IPMAMI menilai peristiwa tersebut kembali membuka luka sejarah bagi masyarakat Papua, khususnya warga Mimika.
IPMAMI menyoroti meningkatnya aktivitas militer yang dinilai menciptakan ketegangan baru di Distrik Jila. Berbagai laporan tentang kekerasan, termasuk penyiksaan yang menimbulkan korban jiwa, serta kewajiban warga untuk melapor setiap hari ke pos TNI/Polri, disebut memperburuk kondisi psikologis masyarakat.
“Situasi ini tidak boleh dibiarkan berlarut. Kami terpanggil untuk menyuarakan keprihatinan mendalam atas keadaan yang semakin mencemaskan,” tulis IPMAMI dalam rilis yang dibacakan saat pertemuan tersebut.
IPMAMI mengecam keras segala bentuk kekerasan dan intimidasi terhadap warga sipil. Mereka menilai tindakan aparat bertentangan dengan prinsip HAM dan mengabaikan konteks sejarah panjang konflik di Papua. Negara, tegas mereka, seharusnya hadir untuk melindungi masyarakat, bukan menciptakan penderitaan baru.
IPMAMI menyampaikan empat tuntutan pokok kepada pemerintah:
Pertama, IPMAMI mendesak Presiden Republik Indonesia menarik seluruh pasukan TNI dan Polri dari tanah Papua, terutama di Distrik Jila, karena kehadiran aparat dianggap tidak membawa rasa aman dan justru memperburuk kondisi masyarakat.
Kedua, IPMAMI menuntut Pemerintah Kabupaten Mimika mengambil tanggung jawab penuh atas situasi yang terjadi. IPMAMI menegaskan bahwa UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM mengamanatkan pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM sesuai konteks sosial budaya Papua.
Ketiga, IPMAMI mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum menghentikan seluruh bentuk konflik horizontal di Kabupaten Mimika. Mereka menekankan bahwa rekonsiliasi harus ditempuh melalui pendekatan damai dengan melibatkan masyarakat adat dan seluruh pihak terkait.
Keempat, IPMAMI menuntut jaminan perlindungan penuh bagi warga sipil sesuai UUD 1945. Pasal 28G ayat (1) menjamin hak atas rasa aman, sedangkan Pasal 30 ayat (4) menegaskan bahwa tugas TNI adalah mempertahankan kedaulatan negara bukan menimbulkan penderitaan bagi rakyat
IPMAMI menegaskan bahwa suara mahasiswa Mimika yang disampaikan di Jakarta merupakan seruan moral bagi negara untuk mendengar jeritan masyarakat Jila.
“Kami berdiri bukan untuk memperkeruh suasana, tetapi untuk memastikan keadilan berpihak kepada mereka yang paling terluka. Demi Mimika yang aman, Papua Tengah yang damai, dan Papua yang menghargai martabat manusia,” demikian IPMAMI menutup pernyataannya. [*].











