KPMY Jayapura Kecam Operasi Militer di Yahukimo, Desak Penarikan Pasukan dan Cabut Izin Pos

oleh -1119 Dilihat
Komunitas Pelajar dan Mahasiswa Yahukimo (KPMY) Kota Studi Jayapura menyoroti dugaan pelanggaran aparat terhadap warga sipil di Kabupaten Yahukimo dalam konferensi pers di Asrama Putra Yahukimo, Perumnas III Waena, Jayapura, Kamis (4/12/2025).

JAYAPURA, TOMEI.ID | Komunitas Pelajar dan Mahasiswa Yahukimo (KPMY) Kota Studi Jayapura menyoroti dugaan pelanggaran aparat terhadap warga sipil di Kabupaten Yahukimo dalam konferensi pers di Asrama Putra Yahukimo, Perumnas III Waena, Jayapura, Kamis (4/12/2025).

Konferensi pers tersebut menyoroti peristiwa pengeboman terhadap pelajar dan warga sipil yang terjadi di Kompleks Baru Lokasi Duram, Jalan Gunung, sejak 25 November 2025. KPMY menilai operasi militer tersebut telah menciptakan ketakutan dan membatasi aktivitas masyarakat.

banner 728x90

Ketua KPMY, Edius Bayage, menyampaikan bahwa dinamika keamanan di Yahukimo semakin memburuk karena operasi militer yang dinilai membungkam ruang hidup masyarakat.

“Kami melihat aktivitas militer semakin membatasi ruang gerak warga sipil. Ini harus dihentikan. Tidak boleh ada penangkapan liar, penyisiran liar, atau pembunuhan liar terhadap warga sipil,” tegas Edius.

Edius juga menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Yahukimo harus segera mencabut surat izin pembangunan pos militer di wilayah luar Kota Dekai, yang dianggap memperburuk situasi.

Keluarga korban, alm. Listin Atis Sam, menyampaikan rasa duka dan kekecewaan mendalam. Mereka menilai tindakan pengeboman yang menewaskan Listin, seorang pelajar, mengabaikan nilai dan prinsip kemanusiaan.

Koordinator konferensi pers, Markus Busub dan Ernius Mirin, turut mengecam tindakan aparat yang dinilai melanggar konstitusi serta prinsip-prinsip hukum yang seharusnya melindungi warga sipil.

“Aparat TNI–Polri harus menghentikan seluruh tindakan sewenang-wenang. Masyarakat berhak hidup aman di tanahnya sendiri,” ujar Markus.

KPMY menilai pemerintah daerah wajib mengambil langkah konkret untuk menjamin perlindungan dan keamanan masyarakat.

Pernyataan Sikap KPMY Kota Studi Jayapura
Dalam konferensi pers tersebut, KPMY membacakan tujuh poin tuntutan:

Pertama, Pemerintah Kabupaten Yahukimo diminta segera mencabut izin pembangunan pos Brimob dan TNI di atas tanah adat, khususnya Pos Brimob Penggalian Kali Bonto Buatan Jalan Gunung dan Pos Brimob Sekla.

Kedua, Kapolres dan Dandim 1715 Yahukimo diminta menarik kembali pasukan Brimob dan Marinir non-organik dari lokasi yang dianggap tidak layak.

Ketiga, mendesak penarikan seluruh pasukan TNI–Polri dari areal di luar Kota Dekai.

Keempat, meminta aparat keamanan menghentikan patroli dan aktivitas intimidatif di hutan, kebun, serta permukiman warga sipil.

Kelima, meminta aparat keamanan menghentikan pemantauan permukiman warga menggunakan kamera drone.

Keenam, mendesak Komnas HAM RI melakukan investigasi menyeluruh atas situasi kemanusiaan di Kabupaten Yahukimo.

Ketujuh, menuntut penarikan militer dari seluruh Tanah Papua.

KPMY menegaskan bahwa seluruh tuntutan ini merupakan bentuk kepedulian terhadap keselamatan warga Yahukimo dan bukan bermaksud memperkeruh keadaan.

“Dengan demikian, KPMY menuntut pemerintah pusat, provinsi, hingga lembaga-lembaga hukum nasional segera mengambil langkah tegas sebelum eskalasi kekerasan makin meluas dan korban sipil kembali berjatuhan,” pungkasnya. [*].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.