Mahasiswa Papua di Manado Tolak Pemekaran Mapia Raya, Tuding Pemerintah Abai Suara Rakyat

oleh -867 Dilihat
Mahasiswa dan mahasiswi asal Kabupaten Dogiyai yang tergabung dalam Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Dogiyai (IPMADO) bersama Solidaritas Mahasiswa Papua menggelar aksi penolakan terhadap rencana pemekaran Kabupaten Mapia Raya di kota studi Manado, Sulawesi Utara, Selasa (27/5/2025) kemarin. (Foto: Dok Mahasiswa).

MANADO, TOMEI.ID | Gelombang penolakan terhadap rencana pemekaran Kabupaten Mapia Raya dari terus meluas.

Kali ini, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kabupaten Dogiyai (IPMADO) bersama Solidaritas Mahasiswa Papua Kota Studi Manado menyuarakan sikap tegas menolak rencana tersebut dalam aksi dan pernyataan resmi, Selasa (27/5/2025) kemarin.

banner 728x90

Bertempat di Manado Asrama Dogiyai Tomohon, Sulawesi Utara, koordinator lapangan, Silvester Kayame dan Yermias Bunai, memimpin penyampaian aspirasi yang menyoroti tidak adanya legitimasi masyarakat dalam proses pemekaran, serta risiko yang mengintai masyarakat adat dan ekosistem di wilayah Mapia.

“Pemekaran ini bukan aspirasi murni masyarakat. Ini dipaksakan oleh elit dan hanya memperparah kerusakan alam, memicu konflik, dan memperluas militerisasi di tanah Papua,” tegas Silvester Kayame dalam orasinya.

Dalam dokumen resmi pernyataan sikap, mereka mengungkapkan sepuluh poin desakan kepada pemerintah pusat dan daerah. Inti dari pernyataan itu mencakup penolakan terhadap pemekaran, tuntutan penghentian kekerasan negara, hingga seruan penarikan pasukan militer dari seluruh Tanah Papua.

IPMADO dan solidaritas mahasiswa Papua menilai, pemekaran wilayah tidak menjawab akar persoalan di Papua seperti kemiskinan, keterisolasian, dan ketimpangan pembangunan. Mereka justru melihat pemekaran sebagai alat politik untuk memperkuat kontrol negara atas wilayah adat.

“Jangan ulangi kesalahan. Pemekaran sebelumnya belum membawa perubahan, malah justru membawa luka dan pelanggaran HAM,” ujar Yermias Bunai, koordinator lapangan kedua.

Pernyataan sikap juga memuat desakan kepada pemerintah agar menghentikan pembangunan pos militer di daerah sipil dan menarik pasukan militer organik maupun non-organik dari seluruh wilayah Papua.

Mereka menyoroti situasi di berbagai kabupaten seperti Dogiyai, Intan Jaya, Yahukimo, dan Maybrat yang disebut masih menghadapi operasi militer dan pengungsian massal masyarakat sipil ke hutan.

Tak hanya itu, mahasiswa juga menolak keras masuknya investasi perusahaan ilegal yang merampas tanah adat dan merusak lingkungan.

Pernyataan sikap ini mendapat dukungan dari sejumlah elemen masyarakat, termasuk tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan masyarakat Papua. Mereka menyatakan bahwa perjuangan mahasiswa adalah bagian dari suara kolektif rakyat Papua.

“Tanah ini bukan kosong. Ada leluhur kami di dalamnya. Tidak ada pembangunan yang pantas jika dimulai dari pengabaian terhadap hak dasar dan martabat manusia,” ucap Manfred Kegou, salah satu anggota yang hadir dalam pembacaan pernyataan.

Mahasiswa Papua di Manado secara terbuka mendesak pemerintah pusat membatalkan seluruh proses pembahasan dan pengesahan Kabupaten Mapia Raya. Mereka juga meminta Presiden, DPR, dan aparat keamanan untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan membuka ruang dialog sejati dengan rakyat Papua.

Berikut ini adalah 10 pernyataan sikap resmi kami:

(1). Kami, mahasiswa bersama tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat, dengan tegas menyatakan kepada Pemerintah Pusat agar segera menggagalkan dan membatalkan rencana pemekaran Kabupaten Mapia Raya.

(2). Kami menyatakan kepada pihak terkait agar segera mengadili tindakan ilegal yang dilakukan oleh oknum-oknum yang terlibat dalam proses penandatanganan pemekaran Mapia Raya, karena tidak ada legitimasi dari masyarakat Mapia.

(3). Kami, mahasiswa dan masyarakat, menyadari bahwa rencana pemekaran Kabupaten Mapia Raya merupakan malapetaka bagi kehidupan masyarakat serta merusak alam dan ekosistem yang ada di wilayah Mapia. Oleh karena itu, kami bersama masyarakat dan mahasiswa Dogiyai menolak rencana tersebut.

(4). Kami menolak dengan tegas segala bentuk upaya pemekaran Kabupaten Mapia Raya oleh oknum atau elit politik lokal yang mengatasnamakan masyarakat Mapia tanpa persetujuan dan partisipasi rakyat secara langsung.

(5). Kami mendesak Pemerintah Pusat untuk membatalkan rencana pembahasan dan penetapan Kabupaten Mapia Raya, karena pemekaran bukan solusi atas kemiskinan, pengangguran, maupun konflik sosial yang terjadi di Papua.

(6). Kami menyatakan dengan tegas agar segera menghentikan segala bentuk kekerasan, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, penghilangan paksa, serta perampasan tanah adat masyarakat di seluruh Tanah Papua.

(7). Kami menyoroti dan mendesak pemerintah untuk menghentikan seluruh aktivitas investasi perusahaan ilegal yang masuk ke wilayah Papua, serta segera menuntaskan pelanggaran HAM yang telah terjadi sejak tahun 1960 hingga saat ini.

(8). Kami menyatakan kepada Pemerintah Pusat agar segera menarik pasukan militer organik maupun non-organik dari seluruh wilayah Tanah Papua, dan menghentikan pembangunan pos-pos militer di daerah-daerah sipil.

(9). Kami, mahasiswa/i Kabupaten Dogiyai di kota studi Manado, Sulawesi Utara, menolak keras keputusan pemerintah terkait pemekaran Kabupaten Mapia Raya. Kami menilai kehadiran pemekaran baru hanya akan merusak alam, memperpanjang konflik, serta memperburuk pelanggaran HAM berat yang terus terjadi hingga saat ini, terutama di wilayah Dogiyai, Intan Jaya, Yalimo, Yahukimo, Maybrat, dan daerah lainnya di Papua.

(10). Kami, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kabupaten Dogiyai (IPMADO) serta Solidaritas Mahasiswa Papua yang berada di Sulawesi Utara, dengan tegas menyatakan: hentikan pengerahan militer ke seluruh Tanah Papua, terutama ke daerah-daerah konflik yang menyebabkan masyarakat sipil harus mengungsi ke hutan dalam jumlah besar dan kondisi yang memprihatinkan.

Melalui pernyataan ini, kami menegaskan bahwa Papua bukanlah wilayah kosong yang bisa dieksploitasi sesuka hati oleh negara atau investor. Tanah Papua adalah rumah kami. Tanah leluhur yang harus dijaga dan dihormati. Kami menuntut keadilan, partisipasi sejati, dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat adat.

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan sebagai bentuk suara perlawanan dan kepedulian terhadap masa depan Tanah Papua yang lebih adil, damai, dan bermartabat. [*]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.