NABIRE, TOMEI.ID | Pemerintah Provinsi Papua Tengah melalui Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) menggelar Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) pertama tahun 2025 di Aula Kantor Gubernur Papua Tengah, Selasa (22/4/2025).
Forum strategis ini menjadi tonggak awal penyusunan arah kebijakan dan roadmap pembangunan kesehatan di provinsi baru tersebut.
Rakerkesda ini dihadiri langsung oleh Gubernur Meki Fritz Nawipa dan Wakil Gubernur Papua Tengah, perwakilan Kementerian Kesehatan RI, pimpinan organisasi profesi kesehatan nasional (IDI, PPNI, IBI, IAI, HAKLI, PATELKI), WHO dan UNICEF, pimpinan DPR Papua Tengah dan MRP, serta tokoh masyarakat dan akademisi dari Universitas Indonesia dan Universitas Cenderawasih. Jajaran kepala dinas kesehatan dari delapan kabupaten, direktur rumah sakit rujukan, BPJS Kesehatan wilayah Papua, hingga mitra pembangunan seperti YPMAK juga turut hadir, baik secara luring maupun daring.
Dalam sambutannya, Plt. Kepala Dinas Kesehatan Papua Tengah, dr. Agus menegaskan bahwa Rakerkesda tersebut diselenggarakan untuk menyatukan pikiran, komitmen, dan aksi nyata seluruh pemangku kepentingan dalam merancang arah pembangunan kesehatan yang bermutu, merata, dan berkeadilan.
“Dialog hari ini bukan hanya untuk menyepakati prinsip, tetapi menghasilkan rencana operasional dengan target terukur, dan disertai mekanisme monitoring dan evaluasi partisipatif yang melibatkan masyarakat sipil, kampus, dan media,” ujarnya.
Dalam suasana Paskah, dr. Agus juga menggarisbawahi bahwa pelayanan kesehatan yang adil merupakan bentuk nyata kasih dan pengabdian, sejalan dengan semangat kebangkitan Kristus yang membawa terang bagi sesama.
Mengusung pendekatan Pentahelix melibatkan unsur pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media–Rakerkesda ini diarahkan untuk mencari solusi atas berbagai tantangan kesehatan di Papua Tengah, bukan saling menyalahkan.
Berikut ini merupakan isu-isu strategis yang dibahas meliputi: Penguatan layanan kesehatan primer, Optimalisasi sistem rujukan, Pengentasan stunting, TB, HIV/AIDS, dan malaria, Penyusunan kebijakan insentif untuk dokter spesialis dan tenaga kesehatan, Peningkatan Posyandu keluarga, Pemanfaatan teknologi dan telemedicine, serta Respons terhadap krisis keamanan di wilayah konflik.
Papua Tengah yang terbentang dari wilayah pesisir hingga pegunungan diakui memiliki tantangan geografis, sosial, dan budaya yang kompleks. Namun, menurut dr. Agus, kekuatan lokal justru menjadi potensi utama untuk membangun sistem kesehatan yang kontekstual dan berkelanjutan.
Tiga strategi lokal yang ditonjolkan antara lain: Pendekatan berbasis kearifan lokal, dengan melibatkan tokoh adat, agama, perempuan, dan pemuda dalam edukasi kesehatan, Pemanfaatan potensi lokal, seperti kader kesehatan dari masyarakat setempat dan sumber daya alam sebagai penunjang layanan, dan Keluarga sebagai ujung tombak, di mana layanan kesehatan harus menjangkau rumah-rumah warga.
Rakerkesda ini ditutup dengan penekanan pada pentingnya dokumen hasil yang konkret: Peta Jalan Pembangunan Kesehatan Papua Tengah 2025–2030. Dokumen ini akan memuat program prioritas, indikator keberhasilan seperti penurunan stunting dan peningkatan cakupan imunisasi, serta komitmen bersama lintas sektor.
“Ini adalah momentum sejarah. Kita harus mengubah cara kerja lama. Tidak lagi hanya bekerja sesuai tugas masing-masing, tetapi bekerja bersama untuk satu tujuan: masyarakat Papua Tengah yang sehat, sejahtera, dan bermartabat,” tegas dr. Agus.
Ia pun menutup sambutannya dengan kutipan penuh makna: “Siapa pun yang punya hati penuh kasih, selalu menemukan alasan untuk membantu orang lain. Jika kita ingin mengubah dunia, mulailah dengan melayani yang paling kecil, yang terlupakan, dan yang paling menderita.”
Rakerkesda ini diharapkan menjadi titik balik sistem kesehatan di Papua Tengah dan melahirkan semangat baru untuk membangun provinsi ini dari pinggiran, dari kampung, dengan kasih dan kolaborasi. [*].