Temu Ilmiah ISMEI Wilayah XI: Lima Kampus Bedah Masalah Ekonomi Papua, Hasil Kajian Langsung Dikawal ke DPR RI

oleh -1144 Dilihat
Hari kedua Temu Ilmiah Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) Wilayah XI digelar di Ruang Rapat Dosen FEB Universitas Cenderawasih (Uncen), Waena, Selasa (18/11/2025). (Foto: Yeremias Edowai/TOMEI.ID).

JAYAPURA, TOMEI.ID | Hari kedua Temu Ilmiah Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) Wilayah XI digelar di Ruang Rapat Dosen FEB Universitas Cenderawasih (Uncen), Waena, Selasa (18/11/2025).

Lima kampus dari Papua dan Maluku memaparkan hasil kajian ekonomi daerah, yang akan diserahkan langsung kepada DPR RI dan DPD RI sebagai bahan pengawalan kebijakan nasional.

banner 728x90

Ketua BEM FEB Uncen, Marthen Weya, menegaskan forum ini menjadi ruang penting bagi mahasiswa menyampaikan persoalan ekonomi yang kerap tak tersentuh pemerintah.

“Kegiatan berjalan baik. Materi narasumber jadi dasar penyusunan kajian kami,” jelasnya.

Ia menekankan kajian mahasiswa harus ditindaklanjuti, bukan sekadar dokumen yang tersimpan di meja birokrat.
“Kami tidak hanya turun jalan. Besok kami antarkan hasil kajian ini ke DPR RI. Pemerintah harus dengar suara berbasis data,” tegasnya.

Koordinator ISMEI Wilayah XI Maluku–Papua, Galang Agustira K.H., menyebut lima kampus ikut menyampaikan kajian: Universitas Khairun Ternate, IAIN Ternate, Universitas Cenderawasih, Universitas Yapis Wamena, dan STIE Port Numbay Jayapura.

“Semua kampus menjelaskan by data. Banyak temuan yang akan kami dorong sebagai rekomendasi resmi,” katanya.

ISMEI akan menyerahkan dokumen kajian ke DPD RI pada 19 November, sebelum dibawa lagi ke forum nasional di Karawang awal 2026.

Dari seluruh paparan, Papua disebut paling kritis. Banyak program ekonomi pemerintah berhenti di atas kertas, tanpa dampak nyata di lapangan.

“Di Wamena, banyak program tidak berjalan. Pemerintah masuk, tapi tidak ada pengawasan,” ujar Galang.

Ia juga menyoroti kontradiksi Proyek Strategis Nasional (PSN): pendapatan daerah naik, tapi kemiskinan justru meningkat.

“Kalau pendapatan naik tapi kemiskinan naik, berarti ada yang salah dalam tata kelola,” tegasnya.

Mahasiswa STIE Port Numbay menyebut PSN seperti Trans Papua dan pembangunan listrik memang meningkatkan konektivitas, namun tidak menyentuh akar persoalan.

Pembangunan infrastruktur tidak diikuti peningkatan kualitas pendidikan, ekonomi lokal, maupun kapasitas masyarakat Papua.

Mereka mengingatkan PSN memicu konflik baru, terutama sengketa tanah adat dan hilangnya ruang hidup masyarakat.

“Pembangunan ini baik, tapi belum menghadirkan keadilan. Masyarakat adat malah tersisih,” tegas pemateri.

Kajian Yapis Wamena menunjukkan wilayah pegunungan masih tertinggal jauh. Akses jalan minim, logistik mahal, dan layanan pendidikan rapuh.

Padahal masyarakat memiliki potensi besar, kerajinan, pertanian lokal, UMKM pemuda, hingga hasil hutan.
Namun potensi itu mandek akibat kurangnya alat modern, minim pembinaan, konflik tanah, proyek yang tidak berkelanjutan, serta dana Otsus dan desa yang sering tidak menyentuh masyarakat.

Mereka menegaskan perlunya pembangunan infrastruktur dasar dan penguatan ekonomi anak muda pegunungan.

Mahasiswa Ternate mencatat pertumbuhan ekonomi Halmahera Selatan mencapai 22,95% pada 2024 berkat industri nikel, namun manfaatnya tidak merata.

Ketergantungan pada nikel membuat sektor lain tersisih, sementara layanan dasar seperti sekolah, listrik, dan air bersih masih lemah.

Mereka mendorong diversifikasi ekonomi dan transparansi dampak industri, terutama bagi masyarakat di Pulau Obi.

Mahasiswa FEB Uncen memaparkan kerusakan besar di wilayah PSN Merauke yang mencakup 4–5 juta hektare lahan. Proyek-proyek lintas pemerintahan sejak era SBY dinilai gagal dan justru mempercepat kerusakan ekosistem.

Temuan mereka meliputi hilangnya 225 ribu hektare hutan primer, maraknya tambang ilegal, banjir dan longsor yang meningkat, serta hilangnya sumber hidup masyarakat adat.

Mereka merekomendasikan penegakan hukum ketat, penataan izin tambang, dan perlindungan habitat Papua.

Galang menegaskan dokumen kajian mahasiswa akan dikawal hingga pemerintah pusat. Ia berharap wakil rakyat tidak mengabaikan suara kampus dari lapangan.

“Ini laporan penting. Wakil rakyat harus melihat masalah dari bawah,” ujarnya.

ISMEI menuntut DPR RI dan DPD RI memastikan ketimpangan pembangunan di Indonesia Timur ditekan, dan kebijakan ekonomi nasional benar-benar berpihak pada masyarakat lokal. [*].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.