Berita

Terkesan Diabaikan! Warga Nabire Minta Bupati Ambil Langkah Konkrit Penyelesaikan Masalah Tanah

NABIRE, TOMEI.ID | Sejumlah warga masyarakat di Kabupaten Nabire, Papua Tengah menyampaikan kritik terbuka kepada Bupati Nabire, Mesak Magai, terkait lambatnya penyelesaian konflik pertanahan yang masih berlangsung di wilayah tersebut.

Kritik ini disampaikan sebagai bentuk kepedulian terhadap keadilan sosial dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat.

Dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi, masyarakat menilai bahwa persoalan tanah bukan hanya urusan administratif semata, tetapi berkaitan langsung dengan hak hidup, ruang budaya, dan eksistensi masyarakat adat. Mereka mendesak pemerintah daerah agar segera menyelesaikan persoalan agraria yang selama ini terkesan diabaikan.

“Kami sebagai warga masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan dan kepastian hukum, menyampaikan kritik konstruktif terhadap lambatnya penyelesaian permasalahan tanah di Kabupaten Nabire,” demikian pernyataan tertulis warga.

Mereka menilai Bupati Nabire memiliki tanggung jawab moral dan yuridis untuk segera menyelesaikan konflik-konflik tersebut, baik melalui pendekatan hukum adat yang diakui negara, maupun melalui mekanisme perundang-undangan nasional.

Dalam surat terbuka itu, masyarakat juga mengutip beberapa dasar hukum yang menegaskan pentingnya perlindungan terhadap hak masyarakat adat, di antaranya:

UUD 1945 Pasal 18B Ayat (2) yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat beserta hak-haknya;

UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang mengatur pelaksanaan hak ulayat;

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mewajibkan pelestarian nilai sosial budaya dan hukum adat.

Masyarakat meminta Bupati untuk segera mengambil tiga langkah utama: Memediasi seluruh pihak yang terlibat dalam konflik tanah secara aktif; Memberdayakan lembaga-lembaga adat setempat dalam proses penyelesaian; Menjamin kepastian hukum dengan langkah-langkah administratif sesuai undang-undang.

“Jika tidak ditangani secara serius dan sesuai hukum, persoalan ini berpotensi menimbulkan konflik horizontal yang berkepanjangan dan mengancam stabilitas daerah,” tulis mereka dalam pernyataan tersebut.

Kritik ini disampaikan sebagai bentuk dorongan moral dan sosial agar pembangunan di Kabupaten Nabire berjalan lebih adil, menghormati kearifan lokal, dan tidak meninggalkan masyarakat adat sebagai pemilik sah atas tanah dan wilayahnya. [*]

Redaksi Tomei

Recent Posts

Kericuhan Aksi Mahasiswa Papua di Jayapura: Mobil Dibakar, Sejumlah Orang Terluka

JAYAPURA, TOMEI.ID | Ribuan mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Tanah…

42 menit ago

Mahasiswa Papua Desak Hentikan Perampasan Tanah dan Militerisasi di Tanah Adat

JAYAPURA, TOMEI.ID | Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Tanah Adat Papua menegaskan penolakan keras terhadap praktik…

1 jam ago

Pemkab Dogiyai Gelar Festival Budaya Suku Mee November 2025

DOGIYAI, TOMEI.ID | Pemerintah Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah, melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar),…

2 jam ago

Pemprov Papua Tengah Susun Perda Hak Ulayat Hutan, Tegaskan Keadilan bagi Masyarakat Adat

NABIRE, TOMEI.ID | Pemerintah Provinsi Papua Tengah menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka penyusunan…

2 jam ago

Datang Damai, Pulang Dibubarkan: Aksi Mahasiswa Papua di Jayapura Diserbu Aparat

JAYAPURA, TOMEI.ID | Aksi damai menolak militerisasi dan investasi besar-besaran di Tanah Papua yang digelar…

3 jam ago

Pemkab Puncak Jaya Gencarkan Sinergi Lintas Sektor Tekan Stunting, Optimalkan Sistem Monitoring Bangda

MULIA, TOMEI.ID | Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya terus menunjukkan komitmen yang konsisten dalam percepatan penurunan…

4 jam ago