PANIAI, TOMEI.ID | Penempatan pasukan nonorganik di Distrik Ekadidee, Kabupaten Paniai, Papua Tengah, memantik respons keras dari masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) setempat.
Keduanya menilai kehadiran Marinir di wilayah pegunungan tidak mencerminkan strategi keamanan yang kontekstual, melainkan kebijakan yang berpotensi memperlebar jarak antara aparat dan warga sipil.
Penolakan masyarakat terhadap keberadaan pasukan Marinir mencuat pada Selasa (28/10/2025), setelah sejumlah tokoh adat, tokoh agama, dan perwakilan DPRK Paniai menggelar pertemuan terbuka di Distrik Ekadidee.
Dalam forum tersebut, masyarakat secara tegas menyatakan keberatan terhadap penempatan pasukan nonorganik yang dinilai tidak sesuai dengan karakteristik sosial-budaya setempat.
Anggota DPRK Paniai, Yudas Nawipa, menyampaikan bahwa tidak ada dasar strategis maupun pertimbangan mendalam yang menjelaskan kehadiran Marinir di wilayah pegunungan tengah Papua.
“Penempatan pasukan Marinir di Paniai tidak relevan dengan fungsi dan mandat mereka. Kebijakan ini harus dievaluasi karena berpotensi menimbulkan ketegangan sosial di tengah masyarakat,” tegasnya.
Menurutnya, keamanan daerah tidak dapat ditegakkan melalui pendekatan militer semata. Nawipa menilai, diperlukan kajian sosial, politik, dan budaya yang komprehensif agar setiap kebijakan negara tidak justru memperdalam ketidakpercayaan publik terhadap aparat.
“Kami mendesak Panglima TNI untuk meninjau ulang penugasan pasukan nonorganik di Ekadidee. Negara harus hadir dengan mendengarkan aspirasi masyarakat, bukan menambah rasa takut,” lanjutnya.
Dalam pertemuan tersebut, masyarakat Ekadidee sepakat menolak segala bentuk akomodasi bagi pasukan Marinir, baik di fasilitas publik maupun rumah warga. Mereka juga mendesak agar personel nonorganik segera dipindahkan ke wilayah lain seperti Distrik Aradidee atau Enarotali jika kebijakan penugasan tetap dijalankan tanpa dasar yang jelas.
Penolakan ini mencerminkan meningkatnya kekhawatiran masyarakat terhadap kebijakan keamanan di Papua Tengah. Masyarakat menilai, pembangunan kepercayaan antara aparat dan warga hanya bisa terwujud melalui pendekatan kemanusiaan dan penghargaan terhadap hak-hak sipil masyarakat adat.
Sikap tegas masyarakat Ekadidee dan DPRK Paniai menjadi sinyal kuat bahwa stabilitas keamanan di Papua Tengah hanya dapat terwujud melalui pendekatan dialogis dan partisipatif. Mereka menegaskan, keamanan sejati tidak dibangun dengan kekuatan bersenjata, melainkan dengan penghormatan terhadap nilai kemanusiaan, keadilan, dan kearifan lokal masyarakat Papua. [*].











