Oleh : Felix Semu
Pengantar
Akhir- akhr ini, terjadi berbagai macam adu argument antara mahasiswa, tokoh intelektual, tokoh masyarakat dan tokoh agama yang notabebe berasal dari wilayah Mapia yang disebut dengan tota mapiha. Hal tersebut terjadi karena adanya pro kontra antara beberapa kelompok yang sudah penulis sebut tadi atas wacana kehadiran/ pemekaran sebuah kabupaten di Wilayah tota mapiha atau lasimnya disebut dengan SIMAPITOA (Siriwo Mapia Pihaihe Topo Wanggar) . Nama kabupaten yang sedang direncanakan ialah Kabupaten Mapia Raya.
Agenda yang masih dalam status embrio ini membuat banyak pihak sakit kening, tetapi banyak pihak merasa welcome atas kehadirannya dengan beralaskan berbagai macam alasan yang saling bertolak belakang. Dan pada dasarnya opini yang dibangun oleh setiap kelompok tentu mempunyai alasan yang berbeda sehingga menciptakan suasana pro dan kontra. Maka hemat penulis, terdapat beberapa alasan diantaranya adalah sebagai berikut.
Sebagian besar pemilik hak ulayat wilayah tota mapiha menolak pemekaran Mapia Raya berdasarkan pertimbangan atau kemungkinan buruk yang akan terjadi setelah kabupaten Mapia Raya itu hadir di tengah masyarakat dan alam Simapitowa. Mereka ber-inisiatif untuk menolak kehadiran kabupaten baru di wilayah mereka karena berdasarkan pengamatan dan pengalaman mereka (situasi Dogiyai, Intan Jaya, Puncak Jaya, Nduga, dan lainnya) tentu mendatangkan ancaman serius atas kehadiran Pemerintah Kabupaten Mapia Raya.
Diskursus Wacana Pemekaran Mapia Raya
Berikut adalah beberapa hal fundamental yang menjadi alasan utama (main reason) atas penolakan kehadiran kabupaten Mapia Raya. Sebagian besar Masyarakat di wilayah Simapitowa merasa trauma dengan menjamurnya banyak perusahan illegal yang selama ini beroperasi di berbagai wilayah tersebut seperti operasi secara illegal beberapa tambang emas dan gaharu di Degeuwo, illegal logging yang dilakukan oleh perusahan kayu di wilayah Sukikai Selatan, Topo, Wanggar, Menou dan sekitarnya.
Selain itu berbagai swaka marga satwa pun ikut punah dan beberapa tempat sakral secara otomatis dibuka. Berbagai problem seperti ini tentu membuat masyarakat pribumi akan termarginalkan. Dan kehadiran Kabupaten Mapia Raya membuka peluang (provided opportunities) bagi politikus, investor, kontraktor dan pengusaha yang notabene adalah orang nonPapua dan sekelompok orang asli yang punya modal dalam skala jumlah yang relatif besar.
Ketika salah satu tokoh masyarat wilayah mapia, tidak lain adalah Bapak Amandus Iyai saat didatangi wartawan Koteka TV, dalam wawancaranya beliau menyampaikan bahwa “Menurut kami masyarakat pada umumnya dan pada khususnya pribadi saya ada kerugian dan juga keuntungannya, tapi keuntungannya hanya sekelompok orang saja namun pada umumnya masyarakat mapia tidak akan untung. Semua itu tetap akan ada kerugian terlalu banyak dan yang untung hanya kepada orang- orang yang berpendidikan dan para elit politik itu saja yang mereka untung, selain itu masyarakat kecil tetap rugi, tanah rugi, alam rugi, ekonomi masyarakatpun tetap rugi, semua kita rugi” Ujarnya. Maka, dari statement yang dilontarkan secara spontan ini, kita semua mengetahui bahwa ternyata, kehadiran Kabupaten Mapia Raya hanya menjadi lahan bisnis bagi elit politik dan pebisnis pada umunya. Sementara Mmsyarakat akar rumput tetap berada di bawa garis kemiskinan, (https://youtu.be/7-XUbjoKrP4?si=tvfHtGKAdu-Migk8, Koteka TV Pemekaran Kabupaten Mapiha, Wawancara Exclusive, Tokoh Mayarakat Adat Tota Mapiha, Bapak Amandus Iyai).
Selain itu, kehadiran kabupaten tentu dibarengi dengan pembangunan Batalion, Kodim, Mako Brimob dan Polres. Hal itu tentu membuat masyarakat yang mendiami wilayah Simapitoa dengan tentram, aman dan damai merasa trauma. Karena secara otomatis hal terdebut medatangkan konfik bersenjata antara TPNPB- OPM dan TNI- Polri di wilayah Mapia yang dulunya aman, damai dan tenteram itu. Karena pada umumnya masyarakat Simapitowa sudah menyaksikan dan merasahkan betapa pahitnya hidup dalam gejolak bersenjata yang serius seperti yang sudah terjadi di berbagai wilayah di Papua seperti di Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintan, Intan Jaya, Puncak Papua, Paniai dan Dogiyai sampai detik ini belum terpadamkan api konfiknya.
“Sepanjang tahun 2023, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) mencatatat terdapat 199 aksi penyerangan dilakukan oleh TPNPB di wilayah Papua. Penyerangan tersebut tersebar di beberapa wilayah Papua, Yaitu Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Jayawijaya., Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Fak- Fak, KAbupaten Bintuni Penyerangan tersebut mengakibatkan 146 korban jiwa, namun tidak disebutkan secara spesifik terkait kategori korban tersebut”. Berbagai peristiwa seperi inilah yang membuat masyarakat Simapitowa pada umumnya merasa trauma dengan harapan besar menolak kehadiran Kabupaten Mapia Raya. Hal-hal tersebut sudah menjadi pengalaman dan pelajaran berharga bagi masyarakat Tota Mapiha. (https://kontras.org/publikasi/lembarfakta/konflik-bersenjata-aparat-tni-polri-dengan-tpnpb).
Bukan hanya konfilk bersenjata, namun deporestasi sumber daya alam secara besar- besaran juga bagian dari ancaman bagi kehidupan Masyarakat Simapitowa seperti yang terjadi saat ini terjadi di Papua Bagian Selatan, PSN (Proyek Strategis Nasional) yang memakan korban ribuan hektar hutan di Merauke Papua Selatan yang dikawal oleh Komando Pasukan Khusus (Kopasus) dengan senjata api menjadi hal yang traumatis bagi Masyarakat Papua pada umumnya dan pada khususnya bagi Masyarakat Simapitowa. Sebab kehadiran PSN juga bukan sekedar membuka lahan untuk menanam padi, namun hutan dan seluruh swaka marga satwa dibumihanguskan secara total. Dan hal ini membuat Masyarakat pribumi kehilangan tempat berburuh dan berlindung.
Sampai detik ini, masyakat adat Merauke Papua Selatan dengan lantang menolak dengan berbagai macam cara atas kehadiran PSN, namun negara masih saja beroperasi secara kontinyu, “kami menuntut penghentian total Proyek Strategis Nasional serta proyek- proyek atas nama kepentingan nasional lainya yang jelas- jelas mengorbankan rakyat. Pelaku kejahatan korporasi wajib mengembalikan semua kekayaan rakyat yang dicuri dan segerah memulihkan kesehatan dan ruang hidup rakyat diseluruh wilayah yang dikorbankan atas nama kepentingan nasional”. Demikian petikan deklarasi yang dibacakan perwakilan rakyat dalam pertemuan di Merauke, papua Selatan (14/3). Hal- hal seperti ini yang sedang dikhwatirkan oleh masyaraktat tota mapiha pada umumnya. Karena, negara seakan buta dan tuli atas apapun yang menjadi keluhan bagi masyarakat yang tidak berdaya. (https://www.walhi.or.id/dari-merauke-masyarakat-terdampak-psn-tolak-perampasan-tanah-dan-ruang-hidup).
Menjaga Rahim ‘amai tota mapiha’
Wilayah Simapitowa, adalah wilayah yang berbeda dengan wilayah lain di bagian Meepago. Sumber daya alam seperti kayu, batu serta kekayaan alam lainya masih terjaga di balik pegunungan yang berkabut putih. Maka, demi memproteksi semua Sumber Daya Alam (SDA) yang ada, sampai saat ini, masyarakat tota Mapiha pada umumnya tetap berdiri tegak pada lini penolakan kehadiran Kabupaten Mapia Raya. Hal ini, mendeskripsikan bahwa kekayaan SDA masih terjaga. Namun, sayangnya sumber daya manusia (SDM) masih belum bisa dipastikan bahwa wilayah mapia akan dikendalikan oleh putra- putri Mapia itu sendiri. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi pemilik hak ulayat wilayah yang kaya akan SDA tersebut.
Namun, masih ada sekelompok orang yang berasal dari wilayah tota mapiha yang merindukan kehadiran Kabupaten Mapia Raya. Karena, bagi mereka, kehadiran Kabupaten Mapia Raya adalah bagian dari membuka peluang kerja bagi masyarakat tota mapiha yang masih berstatus menganggur. Ironisnya benar, bahwa saat ini ratusan bahkan ribuan sarjana berada pada posisi open unemployment. Maka, guna mengatasi masalah tersebut ingin mekarkan kabupaten baru. Dan lebih dari itu, agar ingin menjaga keutuhan wilayah SIMAPITOWA yang luas.
Hari ini, bukan hanya Kabupaten Mapia Raya yang menjadi wacana untuk dimekarkan, namun beberapa wilayah di Provinsi Papua Tengah tentu sudah ada dalam agenda negara untuk dimekarkan sebagai kabupaten- kabupaten baru, “Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa mengusulkan pembentukan kabupaten baru di wilayah Papua Tengah dalam rangka mempercepat proses pemekaran daerah. Usulan ini, disampaikan dalam pertemuan resmi bersama panitia kerja Komisi II DPR RI dan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri di Hotel Horison Diana. Dalam pertemuan yang bertujuan mengevaluasi daerah otonomi baru (DOB) tersebut Gubernur Meki Nawipa menyebut beberapa daerah yang diusulkan menjadi kabupaten baru, antara lain : Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Intan Jaya, Paniyai dan Dogiyai. Selain itu, dua wilayah di Kabupaten Mimika juga diusulkan dimekarkan menjadi kabupaten Mimika Barat Jauh dan Kabupaten Mimika Gunung”, (https://www.nabire.net/gubernur-meki-nawipa-usulkan-pembentukan-kabupaten-baru-untuk-percepatan-pemekaran-wilayah/). Pernyataan seperti ini, mengajak kita untuk tetap peka dalam mengambil keputusan. “Menolak pemekaran kabupaten Mapia Raya atau tidak ?”.
Penutup
Menurut hemat penulis, saat ini wilayah Simapitowa yang kaya akan SDA ini berada di tengah- tengah beberapa kabupaten, yakni bagian Utara Kabupaten Nabire, bagian Barat Kabupaten Kaimana, bagian Selatan Kabupaten Mimika dan bagian Timur Kabupaten Dogiyai. Hal ini, menggambarkan bahwa, jika Kabupaten Mapia Raya tidak berdiri maka wilayah tota mapiha yang kita puja saat ini, tentu akan direbut oleh beberapa kebupaten yang akan dimekarkan nanti, seperti Kabupaten Mimika Barat Jauh, otomatis akan masuk dan pangkas sebagian besar wilayah Simapitowa bagian Selatan. Bagian Utara, sebagian wilayah akan diambil oleh kabupaten yang akan dimekarkan oleh Kabupaten Nabire, bagian Barat otomatis sebagian besar wilayah akan di kuasai oleh Kabupaten Kaimana, bagian timur, Kabupaten Deiyai pasti akan masuk dan rebut lewat Kapiraya. Sehingga, wilayah Simapitowa otomatis tidak akan utuh karena beberapa wilayah di sudut bagian timur, barat, utara, dan selatan pasti dikuasai oleh kabupaten- kabupaten baru yang akan dimekarkan.
Oleh karena itu melalui opsi ini, penulis mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat tota mapiha (tokoh intelektual, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda dan mahasiswa) bersatu untuk mencari solusi terbaik, satukan ide, gagasan, pikiran dan pendapat agar melindungi wilayah SIMAPITOWA yang masih terjaga dan utuh ini demi anak cucu kita di hari esok yang cerah. (*)
)* Penulis adalah alummus Universitas Ottow-Geisler, Jayapura-Papua.