NABIRE, TOMEI.ID| Pemerintah Provinsi Papua Tengah melalui Dinas Pendidikan menggelar Dialog Terbuka bertajuk “Merumuskan Kebijakan Bersama Mewujudkan Pendidikan Berkualitas, Inklusif dan Berkeadilan” pada Kamis (17/4/2025).
Kegiatan ini berlangsung di Aula Kantor Gubernur dan dibuka langsung oleh Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa.
Dialog ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan, termasuk pimpinan sekolah, universitas, dan yayasan yang aktif menyelenggarakan pendidikan di wilayah tersebut.
BACA JUGA : Jadwal Resmi PSBS Biak: Pekan ke-29 hingga Akhir Musim BRI Liga 1 2024/2025
Dalam sambutannya, Gubernur Meki Nawipa mengungkapkan bahwa Papua Tengah masih menghadapi berbagai tantangan serius dalam dunia pendidikan, mulai dari akses yang belum merata, keterbatasan sarana dan prasarana, minimnya tenaga pendidik di daerah terpencil, hingga hambatan ekonomi yang membuat banyak anak terpaksa putus sekolah.
Meski begitu, Gubernur mengapresiasi sejumlah lembaga dan yayasan pendidikan yang lebih dulu mengambil inisiatif, seperti pemberian beasiswa, pembangunan sekolah sederhana di wilayah pedalaman, dan penerapan pendidikan berbasis budaya lokal.
Menurutnya, inisiatif tersebut menjadi inspirasi bagi pemerintah provinsi dalam merumuskan kebijakan pendidikan gratis dan berkualitas dari jenjang PAUD hingga SMA/SMK, baik negeri maupun swasta/yayasan.
BACA JUGA : Persido Dogiyai Amankan Juara Tiga Usai Tundukkan Persipuja 3-2
“Kita menyadari bahwa pendidikan bukan sekadar tanggung jawab pemerintah, tetapi merupakan tanggung jawab kolektif,” ujar Gubernur Meki.
Ia menegaskan bahwa dialog ini merupakan bentuk nyata semangat kolaborasi, tempat bersama-sama merumuskan kebijakan, saling mendengar, dan memperkuat komitmen demi masa depan generasi muda Papua Tengah.
Empat Pilar Pendidikan Gratis di Papua Tengah.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Meki Nawipa memaparkan empat poin utama yang menjadi landasan perumusan kebijakan pendidikan gratis di Papua Tengah:
Pertama, Keterlibatan Lembaga Pendidikan; Pemerintah membuka ruang seluas-luasnya bagi kontribusi lembaga/yayasan pendidikan dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis. Masukan dari lapangan dianggap penting agar kebijakan benar-benar menyentuh kebutuhan nyata.
Kedua, Identifikasi Wilayah Prioritas; Pemprov akan memetakan wilayah-wilayah yang membutuhkan intervensi segera, termasuk kondisi sekolah, ketersediaan tenaga pengajar, serta kebutuhan siswa.
Ketiga, Kemitraan Strategis dan Berkeadilan; Pemerintah siap menjalin kemitraan dengan semua pihak yang memiliki komitmen terhadap pendidikan, demi memastikan tidak ada anak Papua Tengah yang tertinggal karena hambatan ekonomi.
Keempat, Revitalisasi Gotong Royong; Gubernur mengajak seluruh elemen masyarakat untuk membangun pendidikan dengan semangat gotong royong–tak hanya dengan dana, tapi juga kepedulian, kebersamaan, dan cinta kepada anak-anak.
Lebih lanjut, Meki Nawipa menegaskan bahwa pendidikan gratis bukan sekadar penghapusan biaya, melainkan bentuk komitmen moral dan keadilan sosial.
“Pendidikan gratis adalah pondasi keadilan sosial di atas tanah Papua Tengah. Setiap anak, siapa pun orang tuanya dan di mana pun ia tinggal, berhak memperoleh pendidikan yang layak,” tegasnya.
Bagi anak-anak Orang Asli Papua (OAP), pendidikan gratis dinilai sebagai jalan untuk memperkuat identitas, mengangkat martabat, dan menciptakan generasi pemimpin masa depan yang berakar pada budaya lokal namun mampu bersaing global. Sementara bagi anak-anak non-OAP, pendidikan gratis adalah wujud penerimaan, penghargaan, dan kesempatan yang adil untuk turut membangun Papua Tengah yang inklusif dan harmonis.
“Kita ingin Papua Tengah dikenal bukan hanya karena kekayaan alamnya, tetapi juga karena komitmen dan keberaniannya membangun sumber daya manusia yang unggul dan berkarakter,” pungkas Meki.
Dialog Terbuka ini dibagi dalam tiga sesi partisipatif, masing-masing melibatkan mitra pendidikan dari berbagai latar belakang:
Sesi I: Sekolah Pelita Harapan, Universitas Pelita Harapan, Sekolah GEnIUS, Yayasan Kaki Dian Emas.
Sesi II: Yayasan Serafim, Yayasan Bagiku Negeriku, Universitas Papua, Yayasan Pelayanan Desa Terpadu.
Sesi III: Sekolah Papua Harap, SMA Negeri 3 Buper, Sekolah Dharma Bakti Karya, dan Jesuit Indonesia.Dialog ini diharapkan menjadi awal dari perumusan kebijakan pendidikan inklusif yang lebih terintegrasi dan berkeadilan di Papua Tengah.[*].