Mapia Dikepung Perusahaan Tambang dan Kayu, Ini Sorotan Pedas dari Tokoh Pemuda

oleh -1163 Dilihat
Musa Boma Mapiha, Tokoh Pemuda Papua Tengah sekaligus Ketua Tim Peduli Alam dan Manusia Mapia. Ia menyuarakan penolakan terhadap aktivitas perusahaan emas dan kayu yang mengancam hutan adat Mapia. (Foto: Dok. Pribadi)

DOGIYAI, TOMEI.ID | Sebuah wilayah yang terletak di jantung Papua Tengah, kini menghadapi tekanan luar biasa dari masuknya berbagai perusahaan tambang emas dan perusahaan kayu yang beroperasi di atas tanah adat. Situasi ini mendapat sorotan serius dari salah satu tokoh pemuda Papua Tengah, Musa Boma, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Peduli Alam dan Manusia Mapia.

Dalam keterangannya pada Jumat, (6/6/2025), Musa Boma menyatakan keprihatinan mendalam atas ekspansi perusahaan-perusahaan yang menurutnya telah mengepung wilayah adat Mapia dari berbagai penjuru.

banner 728x90

“Tanah kami dikepung habis-habisan. Ada perusahaan emas seperti TP Zommalion Heaven Industri yang beroperasi di Kali Ibouwo di Pante Selatan. Selain itu, aktivitas penambangan juga terjadi di Kilometer 38, 74, 80, 84, Kali Bambu, hingga Kilometer 105,” ungkapnya.

Tak hanya sektor tambang emas, aktivitas eksploitasi juga datang dari perusahaan kayu. Salah satu yang disebut adalah perusahaan Jati Darma yang beroperasi di Kala Diri, Kabupaten Nabire. Menurut Musa, kawasan yang dijadikan lokasi penebangan adalah tanah adat milik masyarakat Mapia.

“Ini bukan lagi soal investasi, tapi soal kelangsungan hidup masyarakat adat dan hak generasi yang akan datang. Jika hutan dihancurkan oleh perusahaan-perusahaan ini, maka anak cucu kami akan hidup dalam kesulitan,” kata Musa.

Hutan, kata Musa, bukan hanya sumber daya alam, tetapi merupakan “pasar bebas” alami bagi masyarakat adat. Hutan menjadi tempat masyarakat berburu, mencari kayu untuk bahan bangunan, serta memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kehilangan hutan berarti kehilangan sumber penghidupan dasar.

“Kami tidak mungkin pergi ke hutan Kalimantan untuk ambil kayu, dan kami tidak bisa pergi berburu di kabupaten lain. Hutan di tanah kami adalah satu-satunya tempat itu semua bisa dilakukan,” tegasnya.

Musa Boma juga mengingatkan para kepala dusun dan pemangku kebijakan lokal untuk berpikir jangka panjang sebelum membuka akses bagi perusahaan-perusahaan luar. Menurutnya, menerima perusahaan tanpa mempertimbangkan dampak ekologis dan sosial hanya akan menyulitkan generasi mendatang.

“Tanah adalah satu-satunya kekayaan yang tidak habis-habis yang diberikan Tuhan kepada manusia. Maka saya tegaskan: jangan jual tanah kepada orang pendatang. Jangan serahkan satu lokasi pun kepada pihak perusahaan yang hanya akan mengeruk kekayaan kita,” ujarnya.

Ia juga menyoroti kondisi Papua pasca-pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB), termasuk Papua Tengah yang kini menaungi Mapia. Musa mempertanyakan apakah keberadaan DOB akan membawa kemajuan atau justru memperparah perampasan ruang hidup masyarakat adat.

“Mapia sekarang sudah seperti ini. Apakah mungkin dengan adanya DOB, Mapia akan menjadi lebih buruk? Atau mungkinkah DOB bisa jadi Firdaus kedua di tanah kami? Itu pertanyaan besar yang harus kita pikirkan bersama,” pungkasnya.

Seruan Musa Boma ini menjadi refleksi penting atas situasi di berbagai wilayah adat Papua yang menghadapi ancaman eksploitasi sumber daya tanpa perlindungan yang memadai. Di tengah gempuran investasi, suara masyarakat adat menjadi penting untuk memastikan pembangunan tidak mengorbankan kelestarian lingkungan dan hak-hak generasi penerus. [*]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.