*Oleh : Yermias Edowai
Dalam dunia keolahragaan profesional, setiap kompetisi besar menuntut dedikasi, strategi, serta ketahanan fisik dan psikis yang prima. Para atlet mempersiapkan diri berbulan, bahkan bertahun-tahun, demi satu momen: ketika peluit ditiup, lampu dinyalakan, dan seluruh perhatian tertuju pada mereka. Demikian pula dalam dimensi spiritual, terdapat satu “turnamen akbar” yang tak tercantum dalam kalender dunia, namun berdampak kekal bagi umat manusia: Paskah.
Di Mana Iman Diuji dan Kebangkitan Dimulai
Paskah (Easter) adalah tonggak utama iman Kristen, memperingati sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus dari kematian pada hari ketiga setelah penyaliban-Nya. Ini bukan sekadar episode religius, melainkan deklarasi kemenangan yang membalik logika dunia: bahwa kehidupan mengalahkan maut, dan ketaatan menaklukkan kuasa dosa.
Dalam kitab suci (Matius 28, Markus 16, Lukas 24, Yohanes 20), kebangkitan Kristus dicatat sebagai puncak dari proyek keselamatan Allah. Untuk memahami bobot kemenangan ini secara lebih dalam, kita bisa memandangnya melalui lensa yang akrab di dunia olahraga: sebuah pertandingan besar dengan lawan nyata, strategi terukur, dan garis akhir yang mulia.
Pertandingan Iman: Lintasan Hidup Seorang Atlet Rohani
Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus menggunakan analogi olahraga: “Tidakkah kamu tahu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu, larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!” (1 Korintus 9:24)
Kehidupan iman tidaklah statis. Ia bukan status pasif, melainkan kompetisi dinamis yang menuntut fokus, konsistensi, dan ketekunan. Seperti pelari maraton yang terus berlari walau napas tersengal dan kaki nyaris menyerah, demikian pula orang percaya dipanggil untuk berlari dalam perlombaan rohani hingga garis akhir.
Paskah menegaskan bahwa pertandingan ini nyata, penuh tantangan, dan memiliki tujuan. Kristus adalah Pelari Utama yang menyelesaikan lomba-Nya dengan ketaatan penuh hingga titik darah penghabisan. Ia menunjukkan bahwa tidak ada kemenangan tanpa pengorbanan, dan tidak ada kemuliaan tanpa penderitaan. Ia telah menyusun rute, dan kini giliran kita untuk berlari mengikuti jejak-Nya.
Kompetisi Kebangkitan: Bangkit Adalah Taktik, Bukan Sekadar Emosi
Dalam olahraga, kebangkitan dari kekalahan adalah momen yang paling dinanti. Atlet yang kembali dari cedera, tim yang membalikkan skor di menit akhir, atau pelari yang terpeleset namun bangkit dan menang semua menggambarkan semangat comeback yang ikonik. Namun, tidak ada kisah comeback yang lebih besar daripada kebangkitan Kristus dari kubur.
Paskah mengubah paradigma kekalahan. Dalam terang iman Kristen, kekalahan bukan titik akhir, melainkan ruang jeda untuk strategi baru. Seperti pelatih yang memanggil time-out untuk merancang ulang taktik, tiga hari Kristus di kubur adalah bagian dari strategi surgawi yang presisi. Kebangkitan-Nya adalah “gol kemenangan” bagi seluruh umat manusia.
Kompetisi kebangkitan ini terus berlangsung dalam hidup setiap orang percaya. Bangkit dari kejatuhan moral, dari trauma masa lalu, dari krisis identitas atau keraguan iman–semuanya adalah bentuk perjuangan spiritual yang menuntut keberanian, kerendahan hati, dan tekad untuk berubah.
Perubahan: Medali Emas Sejati di Arena Kekal
Setiap pertandingan besar memiliki pemenang. Di Olimpiade, kita mengenal podium dan medali. Dalam pertandingan iman, trofi tertinggi bukan emas atau perak, melainkan perubahan karakter.
Perubahan sejati bukan sekadar resolusi, tetapi transformasi yang lahir dari kebangkitan batin. Seperti yang ditulis dalam Roma 12:2: “Berubahlah oleh pembaharuan budimu.”
Inilah juara sejati dalam kompetisi rohani: bukan mereka yang paling lantang berseru, melainkan mereka yang rela diubah. Dari egoisme menjadi pengorbanan. Dari kemarahan menjadi pengampunan. Dari kedangkalan menjadi kedewasaan rohani.
Perubahan seperti ini tidak instan. Ia seperti proses pelatihan: panjang, melelahkan, tetapi efektif. Setiap latihan iman doa yang gigih, firman yang direnungkan, pelayanan yang setia adalah repetisi yang membentuk otot-otot rohani hingga kita siap berdiri di podium kekal.
Kristus, Pelatih Juara Tak Terkalahkan
Dalam dunia olahraga, ada adagium: “Tidak ada atlet hebat tanpa pelatih hebat.” Dalam pertandingan iman, kita memiliki Pelatih Agung yang telah lebih dulu menang: Yesus Kristus. Ibrani 12:2 menyebut-Nya sebagai “pemimpin dan penyempurna iman kita.” Ia bukan pelatih yang hanya memberi instruksi dari pinggir lapangan. Ia sendiri masuk ke arena, mengalahkan kuasa dosa dan maut, dan kini mendampingi setiap insan rohani dengan kasih karunia-Nya.
Sebagaimana pelatih elite memberi evaluasi dan motivasi personal, Kristus memperhatikan perjalanan iman kita dengan kasih yang mendalam. Ia tahu saat kita nyaris menyerah, dan Ia tahu apa yang kita butuhkan untuk bangkit dan maju kembali.
Paskah: Undangan untuk Bertanding, Bangkit, dan Berubah
Paskah bukan seremoni kosong. Ia adalah panggilan terbuka bagi seluruh umat manusia untuk masuk ke arena iman, bertanding dengan integritas, bangkit dari setiap kegagalan, dan menerima perubahan sebagai hadiah terbesar.
Di akhir setiap musim kompetisi, dunia memberi gelar dan trofi. Namun iman Kristen menyatakan: Kristus memberikan mahkota kehidupan kepada mereka yang setia. Dalam pertandingan ini, tidak ada yang duduk di bangku cadangan. Semua dipanggil untuk bermain, semua diberi kesempatan untuk menang.
Seperti seruan Paulus: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir, dan aku telah memelihara iman.” (2 Timotius 4:7).
Karena pada akhirnya, juara sejati bukanlah yang tampil paling mencolok, tetapi mereka yang mengalami transformasi batin yang kokoh. Dan perubahan semacam itulah yang lahir dari iman dan kasih adalah sang juara sejati.
Referensi:
Lembaga Alkitab Indonesia. (2018). Alkitab Terjemahan Baru. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.Lyle, J., & Cushion, C. (Eds.). (2010). Ilmu Kepelatihan: Konteks, Pedagogi, dan Perspektif. London: Elsevier.).
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua.