Oleh: Yermias Edowai
Lapangan Softball Universitas Cenderawasih (Uncen), yang terletak di samping Rektorat Uncen, Yabansai, Distrik Heram, Kota Jayapura, pernah menjadi panggung megah PON XX Papua 2021 sebagai simbol kejayaan olahraga dari Timur Indonesia yang menggema hingga pelosok negeri. Namun hanya dalam hitungan tahun, kemegahan itu lenyap tanpa jejak. Tribun yang dulu bergemuruh oleh semangat suporter kini dibungkam oleh semak belukar; struktur beton ditelan pepohonan liar; botol minuman keras berserakan, menciptakan lanskap yang menyayat nalar.
Potret ini bukan sekadar wajah ketidakpedulian melainkan bukti konkret dari kegagalan tata kelola pasca-event. KONI, Dinas Pemuda dan Olahraga, hingga pihak kampus Uncen seolah kehilangan arah dan tanggung jawab, mengabaikan aspek dasar seperti pengamanan, kehadiran petugas, serta pemeliharaan rutin.
Tata kelola yang hilang dari warisan PON yang terabaikan untuk potensi tanpa arah. Keruntuhan fungsi Lapangan Softball Uncen mencerminkan absennya visi jangka panjang. Infrastruktur bernilai miliaran rupiah kini hanya menjadi bangunan bisu tanpa makna. Dalam kerangka manajemen olahraga modern, warisan (legacy) bukan sekadar struktur fisik, tetapi juga dampak sosial, ekonomi, dan institusional (Toohey & Veal, 2007). Tanpa perencanaan warisan strategis dan tata kelola berbasis data, fasilitas olahraga akan rawan berubah menjadi artefak kegagalan. Lapangan ini telah bergeser dari pusat aktivitas menjadi monumen kesia-siaan. Revitalisasi atau Amnesia?
Pembinaan yang tumpul dari Kemegahan ke Keterbengkelan dalam minimnya aktivitas bukan sekadar soal fasilitas ini adalah akibat dari ekosistem pembinaan yang lemah. PERBASASI Papua stagnan; regenerasi tak berjalan; pelatih bersertifikat pun nyaris tak terdengar. Sekolah dan perguruan tinggi absen dalam mengenalkan softball sebagai cabang prestasi. Di tengah kelimpahan talenta muda Papua, ketiadaan sistem pembinaan menjadikan mereka seperti benih unggul yang jatuh di tanah tandus. Tanpa pelatih, tanpa program, tanpa arah potensi itu mati sebelum tumbuh. Lalu apa peran strategi Sport Science?
Dalam pembinaan atlet modern, sport science bukan pelengkap tetapi fondasi. Konsep Long-Term Athlete Development (Bompa & Buzzichelli, 2019) menyajikan peta jalan menuju keunggulan performa melalui tahapan pengembangan yang berkesinambungan. Papua memiliki potensi, tetapi belum memiliki instrumen ilmiah untuk menganalisis, memantau, dan mengarahkan. Tanpa data fisiologis, teknis, dan psikologis yang mutakhir, program pembinaan hanya akan menjadi kapal tanpa radar. Lapangan Softball Uncen seharusnya menjadi pusat riset performa, bukan ladang semak belukar. (Uncen dan Peran Epistemik).
Sebagai institusi akademik terbesar di Papua, Uncen memiliki tanggung jawab intelektual dan sosial untuk memimpin ekosistem olahraga. Fakultas Ilmu Keolahragaan bisa menjadikan lapangan ini sebagai laboratorium terbuka ruang interaksi antara teori dan praktik. Penelitian berbasis data, pelatihan berbasis bukti, dan sistem monitoring terintegrasi dapat lahir dari sana. Dengan kolaborasi lintas sektor dari institusi olahraga, LSM, hingga mitra swasta Uncen bisa merumuskan model pembinaan atlet kampus yang adaptif dan berkelanjutan. (Agenda Transformasi) Langkah Strategis Pengelolaan Ulang.
Revitalisasi tidak boleh berhenti pada aspek kosmetik. Mengecat ulang bangunan atau memangkas rumput bukan solusi. Diperlukan rekonstruksi sistemik yang menyasar akar persoalan:
Poin pertama, Forum Multipihak Terpadu; Bentuk kolaboratif antara KONI, Dispora, Uncen, komunitas olahraga, dan sektor swasta.
Poin kedua, Audit dan Pemetaan Ilmiah; Evaluasi kondisi fisik lapangan, identifikasi pengguna potensial, dan kebutuhan teknis pembinaan.
Poin ketiga, Standarisasi Pelatih dan Kurikulum; Wajibkan pelatih bersertifikat berbasis LTAD, dengan kurikulum yang disusun ilmiah.
Poin keempat, Integrasi Pendidikan Formal; Softball dikenalkan sejak pendidikan dasar melalui program intra dan ekstrakurikuler. Poin kelima, Model Pembiayaan Hybrid; Kombinasi APBD, dana CSR, dan sponsor dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Poin keenam, Indikator Kinerja Terukur: Keberhasilan diukur dari dampak sosial, kemajuan prestasi, dan partisipasi publik bukan sekadar jumlah event.
Lapangan Softball Uncen hari ini adalah cermin dari ironi: dibangun untuk kejayaan, kini terabaikan dalam kelupaan. Namun, reruntuhan bukanlah akhir. Di balik semak yang menjalar dan beton yang retak, masih ada ruang untuk harapan. Papua tidak kekurangan talenta yang hilang adalah sistem yang merawat dan mengembangkannya.
Dengan tata kelola profesional, integrasi sport science, dan kolaborasi lintas sektor, Uncen bisa membalikkan narasi. Dari lapangan terbengkalai menjadi pusat keunggulan. Dari simbol keterlambatan menjadi poros kebangkitan olahraga Papua.[*].
)* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Cenderawasih, Jayapura Papua.