Bofitwos Sosok Rae Ati (ll)

oleh -236 Dilihat

Oleh : Fr. Ebaseddy Baru, OSA

Konsep orang Maybrat tentang “rae ati” adalah orang yang baik, bijaksana, berkeutamaan. Orang Maybrat berpandangan bahwa orang itu baik laki-laki maupun perempuan dianggap sebagai “rae ati” dilihat dari aspek internal dan eksternal. Internal berkaitan dengan pikiran kehendak dan perasaan. Eksternal merupakan implikasi dari yang internal. Yang berkaitan dengan tindakan konkret dalam kehidupan.Oleh karena itu untuk memahami rae ati berarti kita harus memahami apa itu jiwa (nae) menurut orang Maybrat. Jiwa dibagi menjadi tiga yakni, jiwa rasional (nakit), jiwa kehendak (srao), dan jiwa hasrat (nhaf).  Jiwa rasional (nakit)  dalam pemahaman orang Maybrat dibagi menjadi tiga, pertama yakit ynot po maon, berpikir kritis, analitis, reflektif matematis; dan yang kedua, “yakit ynot po mase” berpikir rasional-intuitif noetik naik ke atas taraf kontemplasi; yang ketiga “yakit moof” yang artinya berpikir baik bijaksana. Model berpikir ini berada pada tataran praksis sedangkan dua yang di atas teoritis intelektus. Kehendak dibagi menjadi dua yakni, “srao moof, dan yifakoh.” “Srao moof “ berkaitan dengan kehendak baik. Sedangkan “yifakof” berkaitan dengan kehendak yang meragu. Hasrat yang baik disebut nhaf mayia.

banner 728x90

Jiwa rasional, rasio akal budi bekaitan dengan teoritis analitis, sintetis matematis “ynot po maon” dimana manusia bertolak dari data empiris. Analitis Sebagiamana ditegaskan oleh Berkeley ada adalah yang dapat dipersepsi, artinya bertolak pengalaman inderawi dan manusia mulai mempersepsi kenyataan. Dalam perspektif Kant, dalam diri subjek terdapat dua kemampuan, yakni untuk menerima data inderawi dan untuk membentuk konsep. Kemampuan mengindera sudah disebut sebagai ‘sensibilitas’dan naik ke tahap persepsi lalu ke rasio dimana kemampuan untuk membentuk konsep dan menyusun premis-premis lalu memutuskan menjadi suatu prinsip hukum universal. Sebagaimana ditegaskan  plato dalam gaya berfilsasfatnya bahwa merenung dan bergerak melewati berbagai rupa penampakan guna menemukan “apanya” dari penampakan-penampakan tersebut (Wibowo, 2017: 56). Berpikir analitis matematis dan dialektis biasanya disebut “yakit ynot po maon,” yang artinya berpikir secara lurus logis dan analitik. Cara berpikir analitis kritis dan matematis juga berpikir dialetika. Cara berpikir dialektis orang Maybrat adalah proses kemajuan berpikir, lewat dialog di mana para mittra wicara maju pelan-pelan naik dari bayang-bayang sampai ke kontemplasi idea. Dialektika adalah realitas. Cara berpikir analitis kritis menghantar orang Maybrat mencari bertanya makna eksistensial yang berkaitan dengan eksistensinya, cara berada. Bukan hanya pencarian menyentuh yang eksistensial tetapi juga menyentuh esensi sadar  secara jelas dan terpilah akan keterhubungan dengan alam semesta dan Tuhan sebagai hakikat. Fundamental berkaitan kesadaran dan pengalaman yang menyentuh dan menyatu dengan dasar kenyataan. Sedangkan model berpikir rasional,intuitif, kontemplasi biasanya disebut, ynot po mnan, artinya cara berpikir model analitis kritis menghantar naik pada tingkat intelek menyentuh kesadaran dan penyatuan dengan yang ilahi, (Yefun). Melalui intelek mengantarnya pada suatu pemahaman yang mendalam dimana ia sadar akan dirinya dan ia bertolak ke dalam dirinya yang paling dalam dimana ia berjumpa dengan dirinnya dan mengenal dirinya. Sebagaimana dikatakan oleh Agustinus “kenal aku kenal Engkau, kenal Engkau kenal aku “Noverim te, Noverim me, noverim me noverim te”. Intelek berkaitan dengan suatu pemikiran yang mendalam yang mengantar masuk ke dalam diri, dan naik ke atas kontemplasi dimana intelek berspekulasi dengan hal-hal abstrak yang kadang tidak bisa dapat dijelaskan dengan rasio melainkan menuntut orang untuk diam.

Tahap ini merupakan kemungkinan dimana manusia berjumpa dengan Ada (being). Pada tingkat ini biasanya pribadi terlihat sangat spiritual, karena mempunyai pengalaman perjumpaan yang mendalam. Pada tahap orang mengalami tanpa kata, dapat mengalami dunia apa adanya secara jelas dan terpilah. Menjadi pengamat hening atas segala yang terjadi. Di dalam keseharian yang sibuk dan ramai, ia tetap merasakan keheningan dan kedamaian di dalam pikiran. Ia hidup sepenuhnya di sini dan saat ini. Ia menjadi sadar akan sepenuhnya ingatan yang tersembunyi di balik bahasa dan kata. Ia pun sadar bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan antara dirinya dan alam semesta, Tuhan (Wattimena, 2022: 37). Model berpikir intelek menyentuh kesadaran menghantar pada suatu penyatuan yang disebut dengan “ynot yakit mase,” artinya berpikir luas, tak terbatas, melampaui ruang dan waktu menyentuh keabadian  dan menyatu dengan “Yefun” yang adalah rasio ilahi yang menjadi dasar pembuktian tanpa dibuktikan. Lalu model berpikir praktis biasanya disebut, yakit moof yang artinya berpikir yang baik benar. Model berpikir ini meneruskan merumuskan hal yang abstrak dalam model berpikir analitis, kritis, filosofis, intelek ke dalam model berpikir praktis untuk kehidupan. Model berpikir ini berkaitan dengan tindakan, putusan, pilihan yang objektif baik untuk semua orang.

Kehendak, srao berkaitan dengan daya timbang, kemampuan mengambil keputusan, mampu membedakan mana yang harus dilakukan  dan tidak dan mana yang benar dan salah. Jiwa bagian kehendak (srao) manusia adalah berkaitan dengan daya timbang putusan pilihan. Pilihan jelas berkaitan dengan etika karena hal itu berkaitan dengan tindakan memilih. Tindakan memilih berkaitan dengan kehendak bebas yang disebut dengan fakultas pilihan. Menurut Aristoteles, pilihan adalah intelek yang dipengaruhi oleh keinginan atau kehendak; atau keinginan yang dipengaruhi oleh intelek. Pilihan mensyaratkan akal budi. Fungsi akal budi sebagai ukuran tindakan dan memiliki fungsi membedakan atau discernment antara apa yang baik dan buruk atau  baik dan jahat mendapat fungsinya secara penuh. Pilihan itu berkaitan erat dengan akal budi, maka apa yang kita sebut sebagai pilihan adalah tindakan atau aktus jiwa (Sandur, 2020: 205). Dalam pandangan orang Maybrat menjadi rae ati bukan hanya karena memilliki fakultas intelek tetapi juga memiliki fakultas kehendak (srao). Kehendak dalam pemahaman orang Maybrat dalam konteks menjadi rae ati ada dua,yakni srao moof dan “yifakoh.” “Srao moof, adalah kehendak baik ini berkaitan dengan daya timbang dalam memutuskan, memilih dan bagaimana bertanggung jawab atas apa yang dipilih. Kehendak baik dalam tataran ini merupakan praktis untuk kehidupan. Kehendak yang baik mengandaikan disposisi batin yang  tenang tidak mudah goyah,  prinsipil sadar akan pilihan dan keputusan yang telah putuskan. Rae ati adalah orang selalu berkehendak baik, benar pada dirinya. Kedua, yifakoh, yang artinya kehendak yang  meragukan tentang segala sesuatu. Meragukan keputusan yang telah diambil atau diputuskan dan bersikp kritis bertanya apakah benar keputusan itu fundamental, eksistensial atau bukan. Ia menghendaki yang esensial, fundamental dan menyentuh kesadaran asali atau kodrati bahkan menghendaki yang adikodrati. Rae ati bertindak dan mengambil keputusan dengan sikap kritis. Tindakan pengambilan keputusan berdasarkan sebuah finalitas atau tujuan yang memang benar-benar menjadi tujuan itu sendiri. Dalam bahasa Blondel dikutip dari buku Budi Ilahi menelusuri pemikiran filsafat Prof Nico oleh Ignasius Ngari bahwa kehendak yang sedang menghendaki (volunte voulante). Artinya kehendak yang menghendaki bersifat mendalam, mendasar, dan hakiki. Ia memuaskan keinginan kita secara menyeluruh total dan ultim (Ngari, 2024: 25). Dalam pemahaman orang Maybrat orang yang ragu dan bersikap kritis dalam tindakan adalah orang mempunyai kesadaran dan kepekaan tinggi. Di mana ia memetakan kehendaknya naik pada atas tahap rasio analitis dan spektlatif dan naik pada intelek dimana kehendaknya menyatu dengan yang menghendaki yakni Yefun.

Hasrat (nhaf) berkaitan dengan menginginkan akan hal yang baik, menghasrati hal yang berkualitas, berkeutamaan. Pemahaman orang Maybrat  mengenai rae ati bukan hanya mempunyai kehendak dan rasio yang berkualitas dan berkeutamaan tetapi juga hasrat (nhaf).  Rae ati adalah orang yang mengarahkan dan mengendalikan hasrat akan hal yang baik, berkualitas. Hasrat dalam pandangan orang Maybart dibagai  menjadi rae ati, yakni nhaf moof, yang artinya hasrat yang baik. Rae ati adalah orang yang mampu mengarahkan hasratnya pada nilai-nilai yang baik dan benar. Ia mampu mengendalikan hasrat makan, minum,seks dan ego yang berlebihan. Ciri utama rae ati adalah manakala ia mampu menundukkan nafsu. Penundukan ini dilakukan dengan menerapkan keutamaan ugahari (soprosune) kepada nafsu-nafsu ini. Ia mampu menundukan ini sendiri mengandaikan pengetahuan. Rae ati adalah orang mengabaikan keinginan hasrat akan makan minum, ia menghasrati hal-hal diatas yakni pengetahuan, kebenaran.

Rae ati adalah orang yang hidup seimbang. Ia mengarahkan jiwa kepada kebaikan tertinggi. Dalam konsep plato disebut dunia idea (iperuranio), dalam perspektif filsafat Stoa yaitu menata jiwa hidup selaras dengan  kehendak alam. Mengikuti definisi filsafat Platon dan pandangannya tentang jiwa, diri terdalam kita yang sedang berfilsafat ini terpusat pada gerak. Gerakan sebagai konflik internal di dalam diri kita menampak dalam gerakan eksternalnya. Rae ati adalah orang yang berusaha semaksimal mungkin hidup rasional dengan cara mengendalikan irasionalitas yang mengemuka entah karena pilihan kita entah karena bagian dari keniscayaan yang tak bisa ditundukan.

Bofitwos sosok rae ati

Di atas telah kami  mengeksplanasi  pamahaman orang Maybrat tentang rae ati dan mencoba analisa secara kritis, filosofis, fundamental, dan esensial. Maka pada point ini kami menempatkan Bofitwos sebagai salah satu sosok rae ati.  Oleh karena itu, di sini ada dua point akan kami uraikan yang memperlihatkan bahwa Bofitwos adalah sosok rae ati. Pertama, prinsip hidupnya sebagai seorang biarawan Augustinian. Kedua, keterlibatan Bofitwos dalam kehidupan sosial budaya, ham.

Manusia (laki-laki, perempuan, anak-anak, ayah, ibu) dikatakan sebagai rae ati berarti hidup sesuai kodratnya masing-masing. Ia mencintai menjalankan  bertanggung-jawab atas pilihannya. Esensiku, hakikatku adalah hasil pilihanku atau putusanku. Aku yang bertanggung jawab penuh atas diriku sendiri. Kalau memang benar bahwa eksistensi mendahului esensi, maka aku harus bertanggung jawab atas kenyataanku. Karena akulah yang mengabil sikap. Aku menegaskan bahwa dalam pilihan di mana aku menjadikan diriku, aku sekaligus mengacu pada kemanusian pada umumnya. Aku bukan hanya bertanggung jawab atas individualitasku, melainkan aku harus bertanggung jawab atas yefun (Tuhan) yang bersemayam dalam relung  jiwaku. Aku menjadikan diriku menurut apa yang kusadari sebagai kemanusianku. Jadi aku merealisasikan kemanusianku melalui putusan bebasku sendiri. Dan aku sendirilah yang bertanggung jawab. Aku hanya mencapai eksistensi yang bermutu apabila aku tetap setia pada pilihan, apabila bertindak berdasarkan kehendak universal, apabila aku bertanggung jawab terhadap diriku.  Menurut hemat saya rae ati adalah orang yang bertanggungjawab penuh atas pilihan hidupnya. Karena dengan cara demikian ia sungguh bereksistensi sebagai rae tu. Maka di sini Bofitwos sebagai sosok Rae ati karena berpegang teguh pada prinsip hidupnya dan bertanggung jawab atas pilihan hidupannya. Dengan kata lain pater Bofitwos ia hidup sesuai kodratnya sebagai seorang biarawan Augustinian. Apa ciri khas/kodrat seorang biarawan? Kodrat seorang biarawan adalah hidup kontemplasi, bersemadi, doa, studi dan karya. Sebagaimana ia mengatakan bahwa prinsip hidup sebagai biarawan adalah hidup dalam persaudaraan yang mengedepankan sesama adalah diriku, yang bersama-sama mencari dan menemukan wajah Allah melalui hidup bersama, karya bersama, doa bersama dalam perjalanan menuju Allah. Atas adasar pengalaman ini, masing-masing kita mampu dan berani keluar membawa wajah Kristus kepada sesama yang miskin, menderita, tertindas dan terbaikan oleh sistem yang tidak adil.

Bofitwos adalah seorang yang hidup penuh kontemplatif mencari Tuhan dalam doa dan keheningan. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai saudara, saya mengamati bahwa pater Bofitwos adalah pribadi yang sangat religious. Pater Bofitwos ia meluangkan waktu sepuluh sampai dua puluh menit sudah berada dalam kapela. Bahkan setelah “vesper” dan “laudes” ia selalu keluar terakhir dari kapela. Pater Bofitwos juga menyediakan waktu luang untuk berdialog dengan dirinnya dan Tuhan dalam keheningan. Saya secara pribadi merasa kagum melihat pola hidupnya yang kontemplatif.  Dalam beberapa kesempatan berdiskusi dan sharing dengan pater Bofitwos tentang hakikat seorang biarawan yang hidup kontemplatif, doa dan bersemadi. Dalam diskusi itu ia menjelaskan bertolak dari hakikat doa dari st Augustinus yang termuat dalam karyanya Santo Augustinus spiritualitas dan cuplikan sejarah (2022); dan juga beberapa tulisannya termuat dalam majalah rajawali pers intern OSA (2009) silam yang menjelaskan hakikat doa dalam perspektif santo Augutinus dan pengalaman doanya. Apa itu hakikat doa menurut Augustinus? Menurut Augustinus pada hakikatnya terdapat tiga unsur yang merupakan hakikat doa yang mendasari hidup doa seorang beriman. Ketiga hakikat doa tersebut yaitu, a) doa sebagai lahir dari suatu pengalaman rohani. Doa merupakan suatu yang lahir dari pengalaman rohani seseorang. Doa adalah ungkapan jiwa yang membara karena terpanah oleh asmara ilahi. Demikian pula doa bukan suatu rutinitas belaka demi aturan dan kebutuhan egoisme, melankan doa adalah getaran jiwa yang selalu aktual, faktual dan eksistensial terarah kepada yang ilahi. Karena inisiatif Allah menyapa setiap pribadi  melalui pengalaman rohani dengan perantaraan simbol-simbol rohani. Inisatif Allah menyapa  setiap pribadi adalah pilihan dan keputusan Allah. Pilihan dan keputusan Allah berkomunikasi dengan setiap persoan adalah perwujudan cinta kasih Allah yang melulu dan semata-mata demi kebahagian dan keselamatan persoan tersebut dan seluruh umat manusia (Bofitwos, 2022: 66-67). Doa sebagai respon atas kerinduan Allah kepada manusia. Doa tidaklah pertama-tama usaha kita, melainkan dorongan hasrat kerinduan Yesus sendiri untuk bersatu dengan kita. Atas dorongan rahmat-Nya, hati kita tergerak untuk berkontak, berkomunikasi, berelasi secara intim dengan-Nya, Dengan demikian, doa kita merupakan tanggapan atau respons iman kepercayaan kita atas hasrat kerinduan Yesus kepada kita umat kesayangan-Nya (Bofitwos, 2022: 74). Secara teologis merupakan wahyu Allah yang menyatakan dalam diri Putra-Nya yang menjelma menjadi manusia. Kehadiran Allah secara langsung adalah suatu kerinduan Allah akan keselamatan kita. Respon Allah itu juga terdapat dalam perayaan ekaristi di mana Ekaristi merupakan sumber dan puncak perjumpaan Allah dengan umat-Nya (bdk. Sc. Art. 10). Doa sebagai ungkapan komitmen atas tawaran Allah. Secara teologis merupakan tanggapan dan respon iman kita kepada Allah. Kita berjanji hidup seturut kehendak Allah menjadi jembatan untuk menghantar orang lain berjumpa dengan Allah.Perjumpaan dengan Allah merupakan suatu tanggapan iman kepada Allah sekaligus Allah mewahyukan diri. Karena itu, bagi Bofitwos doa adalah via atau jalan utama perjumpaan kita manusia yang lemah, rapuh, tak berdaya ini dengan Allah Sang kebiakan Tertinggi dan Sang Kesempurnaan. Melalui doa kita berjumpa dengan Allah dan Allah berjumpa dengan kita, sehingga Ia menuntun, membimbing dan mengarah kita sehingga kita tetapi berjalan dalam Jalan Kebenaran-Nya (Kehendak-Nya). Dengan demikian kita terus berjalan di dalam harmoni fisik, pikiran, perasaan, emosi dan jiwa kita. Melalui doa kita dapat menghirup nafas Allah ke dalam nafas kita, sehingga kita mendapatkan energi untuk hidup dan berkaraya sebagai bentuk kesaksian kita kepada dunia dan sekaligus pujian kita kepada kemulian Allah (ad maiorem Dei gloriam). Saya memiliki sejumlah pengalam personal -subjektif perjumpaan dengan Tuhan Yesus melalui berbagai peristiwa. Ada yang melalui pengalaman mimpi (vision) dan juga pengalaman secara visual langsung.

Selain mencari Tuhan dalam hidup doa, pater Bofitwos juga mencari Tuhan melalui hidup studinya. Hidup studi merupakan kekhasan seorang biarawan. Karena dengan studi yang mendalam menggerakan kerinduan dan memetakan jiwa naik kepada Allah. Pada suatu sore setelah olahraga saya bersama salah seorang saudara melewati depan kamarnya dan melihatnya sedang membaca. Saudara secara tiba-tiba mengatakan kepada saya “ pater ini tidak bosan kha hari-hari membaca!” Pertanyaan ini mengingatkan saya sewaktu berdiskusi dengan pater Bofitwos tentang studi. Sebagaimana ia mengatakan.“Hal yang membuat saya studi tanpa henti adalah karena studi adalah jendela untuk melihat dan memahami dunia material dan non material. Buku – buku adalah ilmu pengetahuan tentang realitas dunia material ini dan dunia metafisika – ontologi. Buku-buku adalah cakrawala yang membuka wawasan berfikir dan cara padang tentang apa artinya saya hidup di dunia ini dan untuk apa saya hidup di dunia ini. Buku-buku dan tulisan-tulisan adalah pintu masuk ke dalam rahasia hidup manusia dan alam semesta serta rahasia ilahi.” Lalu dalam sharing ia menegaskan bahwa seorang biarawan selain hidup doa perlu menjaga keseimbangan melalui studi. Keutamaan seorang biarawan bukan hanya hidup doanya saja, tetapi juga hidup studi. Karena hanya melalui studi menghantar orang mengenal diri dan mengenal Tuhan. Sebagaimana dikatakan oleh Augustinus “noverim me noverim te, noverim te noverim me” (kenal aku kenal Engkau, kenal Engkau kenal aku). Sesuai dengan alam pikiran Augustinus pernyataan ini ditafsirkan dengan dua cara. Pertama, untuk mengenal Allah, aku harus mengenal diriku sendiri. Melalui pengenalan diri itu kuharapkan agar sampai kepada pengenalan akan Allah. Kedua untuk memahami diriku aku harus mengenal Allah. Berkat pengenalan akan Allah aku sampai pada pengertian tentang diriku sendiri yang lebih dalam.  Artinya Studi bagi Bofitwos merupakan upaya pencarian diri secara mendalam sampai menemukan kesadaran akan eksistensinya. Dan studi juga merupakan upaya pemurnian jiwa akibat dosa epistemologi yakni ketidaktahuan dan memetakan jiwa naik kepada Allah. Melalui studi pula menghantarnya pengenalan akan Allah.

Bofitwos mencari Tuhan dalam kontemplasi dan keheningan dan studi. Sampai Tuhan mengarahkannya untuk meninggalkan tembok dan kebisuan keheningan dan menatap wajah Tuhan ditemukan luar biara melalui mereka yang menderita, terkucilkan dan lemah. Pater Bofitewos dinspirasi oleh spiritualitas Ordo santo Augustinus dan Augustinus sendiri. Augustinus sendiri setelah dithabiskan menjadi imam dan kemudian menjadi uskup ia membaktikan dirinya demi keselamatan Gereja. Robert Prevost mengatakan bahwa Augutinus pada waktu itu telah menunjukkan sikap bela rasa dan bersolidaritas dengan Gereja yang tertindas karena ketidak-adilan, martabatnya diabaikan. Perjuangan itu sudah bertahun-tahun lamanya, Ordo santo Augustinus mengakui pentingnya memperjuangkan keadilan dan perdamaian di dunia kita saat ini. Dalam kapitel jenderal tahun 1998, yang berisi tentang  sikap ordo santo Augutinus dalam memperjuangkan keadilan dan keberpihakan kepada yang tertindas. Dokumen ini menyatakan: Para saudara Augustinian (pengikut Augustinus) mempunyai tanggung-jawab untuk memaklumkan hak-hak asasi kaum lemah dan hidup sepenanggungan dengan yang tak berdaya (Prevost, 3003: 1). Hal ini menjadi landasan dan dasar bagi Bofitwos untuk memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan serta penegakkan hak dan martabat manusia alam dan tanah di Papua. Maka didirikan suatu lembaga khusus yaitu SKPKC OSA untuk menangani masalah-masalah sosial yang terjadi saat ini di Papua.

Bofitwos adalah seorang  rae ati orang melibatkan diri dalam kehidupan sosial yakni sebagai orang yang yakit mase, yakit moof (berpikir luas, berpikir baik), memandang sesama manusia yang lain itu setara, semaratabat. Berikut ini pandangannya tentang manusia: “Manusia adalah mahluk yang bercitra ilahi atau gambar Allah (imago Dei). Tuhan Yesus sendiri telah mengajarkan kepada kita bahwa di dalam diri sesama manusia yang miskin, tertindas dan terbaiakan adalah Diri-Nya sendiri. “Barang siapa yang memperhatikan salah seorang yang paling hina ini, ia memperhatikan Aku”. Orang miskin, tertindas, terbaikan adalah Pribadi Kristus Sendiri.  Ia memandang sesama sebagai dirinya yang lain atau dalam diri sesama terdapat juga dirinya; dan dalam dirinya terdapat diri sesama; sesamaku adalah aku yang lain, “ana to nuo yie, nuo to ana yie.” Pemahaman yang mendalam tentang manusia inilah yang mendoronya untuk menyuarakan kesamaan martabat dan penegakan serta pengakuan martabat manusia Papua sama dengan yang lain, karena pada dasarnya kita satu dari Allah dan Kristus sebagai kepala Gereja dan kita adalah anggota-anggota-Nya. Jika satu atau sebagain anggota menderita sakit yang lainnya merasa sakit pula. Ia melihat bahwa Gereja Papua sakit dan ia pun merasakan sakit bersama mereka.  Hal itu bisa kita lihat dari jejak perjuangannya di mana memperjuangkan hak dan martabat perempuan Aifat Mare dan Meyah (AMM) dari himpitan dan kurungan budaya, sosial dan politik yang mengobjekkan dan menjadikan perempuan sebagai objek. Menurut Bofitwos Perempuan adalah bagian integral dari kaum pria. Seluruh eksistensi perempuan adalah eksistensi pria. Di dalam diri perempuan terpatri identitas dan jati diri pria. Maka pria dan wanita adalah satu entitas yang tidak dapat dipisahkan. Karena di dalam diri perempuan terkandung entitas pria dan sebaliknya. Keduanya saling terpaut dan terpatri. Maka dalam dalam bahasa Ibrani disebut Adam dan Adamah. Adama adalah pria dan Adamah adalah perempuan. Perbedaan hanya pada fungsi prokreasi (seks dan seksualitas) dan perannya dalam kehidupan sosial. Bukan hanya  perempuan yangn menjadi fokus perhatiannya tetapi martabat manusia pada umumnya. Bofitwos terlibat aktif dalam menyuarakan hak-hak asasi manusia tanah Papua, yakni hak hidup, hak masyarakat adat, ekonomi, pendidikan dan hukum yang terabaikan oleh pemerintah Indonesia. Bofitwos adalah pribadi yang krema karena berpirnsip tenang dan konsisten dalam melakukan dan menghasilkan sesuatu. Ia sosok rae ati yang memiliki sikap peduli, yhafri, yhaf mayia hadir mencari solusi untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di tanah Papua, Bofitwos dalam pelbagai tulisannya yang mnyebar di jubi dan media lainnya selalu menyerukan dialog adalah solusi penyelesain konflik di Papua.

Catatan Reflektif

Pada bagian di atas kami telah menguraikan prinsip hidup dan perjuangan.  Maka point secara khusus merupakan catatan reflektif penulis atas Bofitwos. Mendalami berbagai karya Bofitwos menghantar saya pada gaya berpikir St. Augustinus yang  sistim berpkirnya terbuka dan universal, spekulatif, konfrontasional multi disipliner, solutif dan kontekstual. Sebagaimana dikatakan oleh Whitney J. Oates mengemukakan poin serupa dengan mengatakan bahwa pemikiran Agustinus adalah sistem “terbuka” sebagai lawan dari sistem “tertutup.” Seperti yang dijelaskan Oates mengenai perbedaan ini, sistem tertutup, seperti yang terdapat dalam tulisan-tulisan Aristoteles dan Aquinas, menghasilkan para penafsir yang lebih cenderung untuk menjelaskan pemikiran guru mereka daripada untuk mengembangkan penyelidikan filsafat. Sebaliknya, sistem filsafat terbuka, seperti yang dimiliki Plato, adalah sistem “yang mencakup semua aspek realitas di dalamnya, yang mengakui bahwa spekulasi manusia mengenai pertanyaan-pertanyaan terakhir selalu dalam proses, dan tidak dapat diselesaikan dalam arti yang final. Ia bersifat ‘germinal’ dan pada saat yang sama sangat rentan terhadap serangan rasional yang ketat. Dunia sebagai suatu sistem filsafat. Hal ini disarankan oleh bentuk penulisan Plato. Dialog-dialognya adalah sarana yang sempurna untuk menjaga penyelidikan filsafat terus bergerak dan mencegahnya mengeras menjadi sistem dogma (Bdk Nash, 1969: 2). Pandangan filsafati, teologis dan spiritual Agustinus sangat mempengaruhi arah dan cara berpikir Bofitwos. Hal ini terlihat dalam pelbagai tulisannya yang bentuk buku maupun artikel yang diterbitkan di media cetak maupun online. Arah pemikirannya bukan hanya pada tataran konseptual tetapi yang konseptual diwujudnyatakan dalam tindakan. Selain itu ia selalu berupaya menyederhanakan teologi dalam kontkes eropa agar tetap relevan dan  mudah ditangkap dalam konteks Papua.

Bofitwos adalah seorang yang berpikir konfrontasional yang mampu mengintegrasikan interdisiplin ilmu dalam menaggapi situasi realitas sosial, politik, ham, ekonomi martabat kaum perempuan di tanah Papua. Mengintegrasikan ilmu teologi filsafat sosial budaya spiritualitas antropologi menanggapi berbagai persoalan di Papua. Bofitwos tidak hanya berpikir secara konfrontasional tetapi juga berpikir secara solutif. Di mana ia dengan prinsip yang tegas mengkritik pemerintah dan para penguasa tetapi ia juga mencari solusi untuk menyelesaikan persoalan keadilan dan kemanusian di Papua. Menurutnya dialog adalah cara terbaik untuk mengatasi konflik di Papua kurang lebih enam puluh tahun lebih. Karena dengan dialog saling menghormati martabat korban dan pelaku dan tidak. Ia juga menentang penyelesain konflik  Papua dengan cara perang. Kemudian ia berpikir secara kontemplatif. Berpikir kontemplatif adalah cara berpkir yang mendalam, reflektif dan introspektif. Dalam epsistemologis berpikir kontemplatif berarti melampaui dunia empiris, inderawi, persepsi, akal budi naik pada taraf intelek. Artinya berpikir pada taraf spektulatif dan probabilitas tertinggi yang menggantung sepenuhnya kepada rasio ilahi. Dalam bahasa Augustinus disebut “trinitas imanen” yaitu rasio (intelektual), kontemplatif, dan dilectio. Rasio adalah jiwa rasional yaitu struktur esensial batin (hati yang merupakan sentra pertemuan komunikasi manusia dengan Allah, dirinya sendiri, dan sesama. Jadi intelek merupakan unsur terpenting yang mengungkapkan kebenaran ilahi. Menurut Guigi II, dalam bukunya Scala Claustralium, kontemplasi merupakan suatu lectio divina, artinya suatu keterarahan jiwa (kehendak, akal budi, intelek) kepada Allah (Bdk. Bofitwos,2022: 77). Dalam alam pemikiran orang Maybrat (Aifat-Mare) disebut yakit yno mnan artinya berpikir luas melampaui akal budi mendekati rae Yanes Yakit (cara berpikir Tuhan). Pada tataran ini biasanya orang itu terlihat sederhana mendalam, reflektif. Bofitwos pun demikian karena cara berpikirnya mendalam reflektif terlihat dalam ungkapan, kotbah dan tulisan-tulisannya.

Penutup

Bofitwos adalah sosok rae ati yang hidup susuai kodrat rae tunya yaitu bertanggung jawab atas hidup dan kehidupannya sebagai seorang biarawan Augutinian. Ia adalah pribadi terlihat tenang tegas, dan sederhana mempunyai prinsip hidup. Selain hidup susuai kodrat biarawanya, ia  menjadi sosok rae ati terlihat dari cara berpikirnya mendalam, reflektif universal. Kemudian Bofitwos adalah rae ati yang yakit ynit po mase, ynot po mnan dan ynot po moof, yhaf myia (sikap bela rasa kepada yang kecil, tertindas, miskin dan terpinggirkan). Hal inilah yang memperlihatkan bahwa ia adalah sosok rae ati yang sejati, rae popot (bukan dalam arti modern yang mengejar status quo, prestisi, pengakuan) tetapi sesuai kodratnya sebagai manusia. Bofitwos adalah sosok rae ati yang hidup sesuai kodratnya, di sisi lain ia rae ati karena rae wuon yang mengabdikan hidupnya sebagai pelayan Tuhan. (*)

)* Penulis adalah seorang Agustinian yang sedang mencari Tuhan dalam doa dan studi di STFT Fajar Timur, Abepura-Jayapura.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.